HUKUMAN
Ramon menjemput
Hiro di lorong pembatas, meskipun ragu-ragu ia tetap mendampingi anak itu
menuju ruang platina dan terpaksa mendengarkan kicauan Hiro yang membanggakan
dirinya sendiri selama perjalanan.
“Aku sudah
khawatir akan kesulitan melaksanakan tugas ini, tapi ternyata tidak sama
sekali. Aku bahkan tidak mengeluarkan keringat sedikitpun untuk menangkapnya.
Bukankah ini luar biasa Ramon? HAHAHAHAHAHAHA....”
Ramon hanya
menarik sudut bibirnya sedikit karena antara bingung dan ragu berkecamuk dalam
pikirannya. Ia menatap lekat-lekat karung goni yang di gendong Hiro di
punggungnya, ingin segera melihat apa yang ada di dalamnya.
“Hiro bagaimana
perwujudan Black Fairys yang kau tangkap ini?” Ramon memberanikan diri untuk
bertanya.
“Seperti yang kau
katakan, dia adalah perwujudan paling cantik dari semua perempuan yang pernah
aku lihat. S-e-m-p-u-r-n-a!!” Jawab Hiro antusias. “Nah dan yang paling
membuatku yakin adalah dia memakai gaun hitam dengan sayap menempel di
punggungnya.” Kali ini Hiro meneruskan dengan setengah berbisik. Lalu tertawa
lebar setelah ini.
“Kali ini kalian
perlu mengakui kehebatanku..” Ujar Hiro lantang.
“Hiro darimana sebenarnya kau menemukan Black Fairys? Apa dia
dengan sukarela masuk ke dalam karung goni ini dan menyerahkan diri padamu?”
Ramon masih berperang dengan pikiranya, namun di sisi lain ia juga tak ingin
mematahkan semangat adiknya. Hiro memang
tampak senang sekali saat itu.
“Sudah kubilang aku yang menangkapnya, bagaimana bisa kau
berpikiran ia dengan sukarela menyerahkan diri. Tidakkah kau bisa
mempercayaiku? Aku ini sebenarnya benar-benar hebat Ramon” Hiro membusungkan
dada dan menepuknya beberapa kali.
Ramon kehabisan kata-kata, ia pun memasrahkan keputusan yang akan terjadi
biarlah terjadi di ruang platina.
* * *
Hiro menunggu
dengan tidak sabar di ruang platina, Ramon duduk disebelahnya dengan tatapan
yang terus mengarah pada karung goni di dekat Hiro. Petinggi kaum sudah
berkumpul disana, ke 11 saudara Hiro juga sudah merapat memenuhi batuan yang
disusun seperti kursi dengan bentuk setengah lingkaran. Hanya kursi agung Ketua
kaum yang belum terisi, Nepton masih belum kelihatan batang hidungnya.
Tak lama kemudian
terdengar pintu berdecit, lalu sosok tinggi Nepton muncul di baliknya. Ia
berjalan gagah dengan jubah kebesaran, tampak agung dan berwibawa. Hiro senang
bukan main, ia pun melompat dan memeluk Nepton sambil berjingrak-jingkrak.
“Ayah.. Bukan kah
aku menyelesaikan tugas dengan sangat cepat, ayah pasti bangga.” Pekik Hiro.
Kaisar membalas
pelukan bungsunya, namun mimik di wajahnya menyiratkan ketidak yakinan. “Jadi
mana Black Fairys yang kamu temukan?”
“Aku membungkusnya
dengan karung goni, duduklah di kursi agungmu dan aku akan menunjukanya.”
Wajah kaisar berubah
masam, namun ia tetap berjalan ke kursi agung lalu duduk dengan wajah ditekuk
tanpa semangat. Bertolak belakang dengan mood Hiro yang cerah 10000%.
Sekali lagi Hiro
mengangkat karung goni yang dimaksud itu lalu menyimpanya sebagai kiblat semua
orang, tak ayal semua mata diruangan itu langsung menuju kesana. Karung goni
itu bergerak-gerak dan refleks semaua makhluk di ruangan itu berjengit kaget.
“Ini dia makhluk itu, aku membawanya utuh.” Kata Hiro dengan nada
tinggi seraya mulai membuka isi karung goni.
Semua orang nampak
tegang, mereka menajamkan pengelihatan masing-masing ke arah karung goni. Detik
selanjutnya, ketidak yakinan semua makhluk pun terjawab.
“TADAAA...............”
Teriak Hiro berusaha meramaikan suasana. Namun dari sekian banyak makhluk yang
hadir, tak satu pun yang merespon.
Semua orang cengo, wajah Nepton semakin di tekuk. Seorang perempuan
pucat pasi keluar dari balik karung goni. Perempuan yang tadinya memiliki
penampilan sempurna dimata Hiro berubah 100%, matanya tampak sembab dengan
maskara yang berantakan, rambut kusut tak terbentuk, dan sayap hitam yang
menjadi kebanggan Hiro bengkok disana sini sehingga tidak seperti perwujudan
sayap.
Hiro menjadi gugup seketika, lalu ia membetulkan sayap yang bengkok
itu sambil nyengir kuda untuk menutupi kegugupanya.
“Mungkin sayapnya belum di perbaiki, dan kalau kita dandani dia
akan sangat cantik hahaha” Elak Tao mulai tergagap, tapi ia tetap memaksakan
diri tertawa sehingga tawanya itu terdengar aneh.
BRUUUKK..... Perempuan itu tak sadarkan diri dan jatuh di pelukan
Hiro. Hiro terperanjat sekaligus bingung.
Kaisar menggeram. “Hiro, sayap Black Fairys tidak perlu di
perbaiki, mereka tidak perlu didandani untuk terlihat sempurna, da mereka tidak
pernah pingsan.”
“Berarti aku salah orang dong, hehehe. Karena ini tugas pertamaku
aku jadi sedikit bingung, maklum saja jika melakukan beberapa kesalahan.” Hiro
mengakui kesalahanya, namun ia tetap mempertahankan egonya. Ia tidak ingin
tampak menyedihkan setelah tadi membangga-banggakan dirinya di depan semua
orang. Jadi ia masih memaksakan untuk tersenyum, tapi walaubagaimana pun ia
benar-benar kecewa sekaligus malu dan ingin segera melewatkan moment itu.
“SUDAHH CUKUP..” Nepton menghentakan kakinya murka, Hiro langsung
lari ke dekat Ramon dan bersembunyi dibalik punggungnya. “Kamu terlalu
memandang remeh tugas ini, kamu memandang sebelah mata sosok Black Fairys. Kamu
tidak dewasa Hiro, dan kamu sudah menyeret kami semua yang ada disini ke dalam
lingkaran ulahmu yang kekanak-kanakan.”
“Aku hanya salah
menebak Ayah, tapi kenapa kau semarah ini kepadaku.” Hiro merajuk dibalik
punggung Ramon.
“Hanya salah
menebak? Kamu tau masalah terbesar itu adalah manusia yang kau bawa ke
tempat ini.” Nepton mengusap-usap dadanya untuk melerai emosi kemudian
melanjutkan. “Berapa banyak yang sudah manusia ini tau tentang kaum kita.”
“Tapi, aku.......”
Hiro tergagap dan tidak bisa melanjutkan karena kehabisan ide.
“Ini salah ayah
karena terlalu memberikan perhatian khusus padamu, dan ayah akan mendewasakanmu
untuk menebus kesalahan itu.”
Hiro menganga mendengar ucapan tegas Nepton tersebut, lalu kembali
menunduk pada detik selanjutnya. Ia merasa sudah tak kuasa memberikan pembelaan
terhadap dirinya sendiri.
* * *
Syair ‘Anak Jalanan’ seakan berdengung tiap detik di telinga Hiro
saat ia menyusuri alun-alun kota Tasik dengan baju compang-camping. Nepton
menghukum Hiro dengan mencabut semua fasilitasnya selama menjalankan tugas. Dan hukuman itu sudah berjalan
beberapa hari, Hiro pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya.
Penculikan pemain drama di gedung Kesenian merupakan kesalahan fatal yang tidak
bisa di tolerir lagi oleh Nepton.
“Lapar sekali...”
Gumam Hiro sambil mengelus perutnya. “Apa yang harus kulakukan agar hari ini
bisa mendapatkan makanan.”
Hiro menimbang untuk kembali menjadi tukang parkir gadungan, namun
ia bergidik mengingat bukan hanya uang saja yang ia dapatkan melainkan pukulan
babak belur di sana sini. Hal itu disebabkan pengemudi yang marah karena
kecerobohan Hiro hampir menyebabkan kecelakaan.
Hiro menggaruk belakang kepalanya seraya memeras otak, kemudian
perhatianya tertuju pada bak sampak di pojok alun-alun. Perlahan Hiro mendekat
ke arah bak sampah itu sambil celingak-celinguk untuk memastikan tidak ada yang
memperhatikanya.
Mata Hiro berbinar ketika menemukan sebungkus sisa roti di sana,
dengan wajah sumringah ia mengambilnya kemudian bersembunyi di balik bak sampah
itu
Saat menatap roti sisa itu, ekspresi Hiro berubah suram. “Sampai
kapan aku akan hidup seperti ini?” Rintih Hiro sambil melahap satu suapan roti
itu dengan sendu.
“Sampai kapan Ayah akan menghukumku.” Keluhnya lagi. “Mengapa
Thunder dan Ramon tidak juga menengokku, apa mereka akan benar-benar membuangku
seperti ini.” Hiro mengigit bibir bawahnya menahan isak.
Tepat ketika kalimat itu selesai, seseorang melompat dan mendarat
tepat di hadapan Hiro.
“Sepertinya kau
memanggil kami.”
“Huaaaa.. ..” Hiro
terperanjat dan menjatuhkan roti yang di pungutnya dari bak sampah. Detik selanjutnya air mukanya tampak
bahagia sekaligus terharu.
“THUNDER................ RAMON..... ” Pekik Hiro kegirangan sambil
menghambur ke pelukan keduanya.
“Kau bau
sekali...” Keluh Thunder sambil melepaskan pelukan Hiro, Ramon pun demikian.
Hiro menekuk
wajahnya “Bagaimana caraku mandi tanpa sabun dan kamar mandi. Ayah pasti marah
sekali sampai tega sekali menghukumku seperti ini.”
“Aku pun belum pernah melihat ayah semarah ini, apalagi itu adalah kepadamu.” Tambah Ramon. “Lalu apa
rencanamu sekarang?”
Hiro menunduk
sambil menggeleng, kedua tanganya memainkan ujung kaosnya yang sudah lusuh.
“Eh, apa yang kalian lakukan disini?”
Sebelum mereka
sempat menjawab Hiro melanjutkan ucapanya dengan nada penuh harap. “Apa Ayah
menyampaikan sesuatu kepada kalian?”
“Ya.” Kata Thunder
membuat kedua mata Hiro melebar bahagia. “Dia berpesan pada kami untuk tidak membantumu.”
Hiro menunduk sedih.
“Tapi aku tidak tahan kalau tidak membantumu.” Kata Ramon .
Hiro langsung mengangkat kepalanya dengan wajah sumringa, hatinya
berbunga. Senyum simpul di wajah Thunder dan Ramon membuatnya mendapat firasat
baik.
* * *
“Hiro, jadi ikut studytour
gak?” Tanya Sugeng ketika berada di dalam kelas.
“Seberapa banyak
cewek cantik yang akan berada disana?” Tanya Hiro sambil menaikan kedua kakinya
ke atas meja, alih-ailh menunjukan sepatu barunya yang masih kinclong.
Waaahhh.. Semua mata terkagum-kagum melihat sepatu bermerk itu.
Hiro hanya tersenyum bangga sambil melipat tangan di depan dada. Tidak salah
kemarin Ramon dan Thunder membelikan sepatu itu, benar-benar keren
Sugeng hampir lupa
dunia melihat sepatu itu, sampai Hiro menyikutnya.
“Ya.. ya banyak lah.” Jawab Sugeng kini memandang Hiro dan
sepatunya bergantian. Nih anak darimana bisa dapet duit, perasaan baru kamarin uring-uringan nyari makan.
“Semua mahasiswa tingkat 1 kan wajib
ikut, otomatis banyak banget cewek cantik yang akan berada disana.” Timpal
Mario yang sama-sama dalam keadaan memandang sepatu itu penuh minat.
Ku harap dari banyak nya cewek cantik nan
seksi itu, salah satu nya adalah BLACK FAIRYS, Bisik Hiro dalam hati. Kali ini Hiro bertekad untuk lebih berhati-hati dan tidak salah kaprah lagi, sebelum
membawa Black Fairys ke dunianya ia harus benar-benra menyelidikinya terlebih
dahulu.
“Baiklah, aku akan
ikut.” Ucap Hiro mantap, ia menghela nafas lega karena masih mengantongi uang pemberian
Ramon, meskipun jumlahnya sudah tidak banyak lagi. Hiro bertekad untuk
mengakhiri semuanya setelah pulang dari Studytour, sehingga tidak perlu
mengkhawatirkan apa-apa lagi yang berhubungan dengan keuangan.
Ya, aku harus
segera mengakhirinya saat berada disana.
* * *
Riak ombak pantai
Sindangkerta di sore hari menyambut kedatangan mereka di Selatan Kabupaten
Tasikmalaya. Hiro dan kawan-kawan dengan girangnya langsung melesat ke bibir
pantai dan berenang disana.
“Thunder pernah
mengajaku ke pantai, tapi pantai disini benar-benar yang terbaik...” Ucap Hiro
penuh semangat. Namun tiba-tiba ia tersadar dengan tujuanya ikut kedalam acara
itu.
Akhrirnya Hiro
menghentikan aktvitasnya dan berpamitan pada Sugeng dan Mario “Aku akan pergi..”
“Kemana?” Mario
bertanya dengan heran.
Hiro sempat diam untuk
sesaat, lalu akhirnya menjawab. “Aku akan mencari seseorang.”
“Jangan lupa untuk
kembali ke jam 7 malam, kamar kita ada di nomor 10.” Teriak Sugeng.
“AKU AKAN TIDUR DI
KAMAR TERPISAH...” Timpal Hiro sambil berbalik dari kejauhan.
Ketika wujud Hiro
sudah tak nampak lagi, Mario berbisik pada Sugeng. “Kuras Hiro benar-benar
kesepian.”
“Ya, dia mengeluh
tentang gadis cantik setiap saat. Mungkin dia ingin segera punya pacar.”
“Kita harus
membantunya” Ucap Mario dengan nada prihatin.
“Mungkin akan
sia-sia.” Sugeng menghela nafas. “Kau tau sendiri bagaimana kriteria Hiro,
cewek yang kita anggap cantik akan tetap jelek dimatanya.”
Mario mengiyakan. “Ya,
biar saja dia sendiri yang menentukan pilihan.”
“Mungkin sekarang
Hiro sedang mencari cewek yang sesuai kriterianya, kita doakan saja semoga ia
cepat menemukan orang itu.”
* * *
3 Jam Kemudian,
pukul 21:00 WIB
Hiro muncul ke penginapan setelah pencarian yang melelahkan, saat
itu ia sudah mengantongi beberapa nama yang di curigainya sebagai Black Fairys.
Yang pertama bernama Anjani, mahasiswa Fakultas Keguruan yang memiliki wajah cantik berbentuk oriental, perawakanya tinggi dan seksi, serta memiliki kepribadian
yang baik. Yang lainya bernama Hemil, mahasiswi kebanggan fakultas
Ekonomi berwajah blasteran. Beberapa nama lainya yang sebagain besar tidak di hafal Hiro mungkin jumlahnya ada belasan.
Seorang pria paruh
baya tiba-tiba menghampirinya dengan senyum lebar yang terkesan aneh.
“Ada yang bisa
saya bantu?” Katanya dengan nada ceria.
“Aku ingin menyewa
kamar terpisah.” Jawab Hiro tanpa perasaan curiga sedikit pun. “Apa ada kamar
yang tersisa?”
“Sebentar yaa,
saya tanya dulu hahahaha.” Pria itu berlalu dengan tawa aneh menyertai
kepergianya, lalu kembali 2 menit kemudian.
“Katanya kamar
yang tersisa ada di jajaran paling belakang, cari saja sendiri ya. Silahkan...”
Pria itu mengayun-ayunkan tanganya dengan maksud untuk menyuruh Hiro pergi dari
sana.
Meskipun bingung,
Hiro tetap pergi juga ke arah pria paruh baya itu mengayunkan tanganya. “Kamarnya
ada di dekat WC, hati-hati Merlin..” Teriaknya ketika Hiro sudah menjauh.
“Apa maksudnya
Merlin?” Keluh Hiro tepat ketika berbelok melewati beberapa gedung.
Tepat ketika Hiro
sudah meninggalkan tempat itu, seorang pria berseragam logo penginapan datang
sambil berkacak pinggang.
“SUDAH KUBILANG
JANGAN BERKELIARAN DI TEMPAT INI!!!!!!” Hardik petugas penginapan itu dengan
mata melotot.
Si pria paruh baya
tampak ketakutan, dan langsung lari terbirit-birit sambil berteriak-teriak
tidak jelas.
“Dasar orang Gila
sialan...” Umpat petugas penginapan itu sambil berlalu ke ruanganya.
* * *
Mahasiswa tampak
memadati penginapan di jajaran kamar belakang,berusaha mengintip ke dalam
ruangan yang ada disana. Para dosen dan petugas penginapan tampak hilir mudik
di sekitar sana. Mereka tampak kaget, panik dan bingung saling bercampur aduk.
Sugeng dan Mario
datang terlambat, mereka penasaran juga terhadap kehebohan yang terjadi di jajaran kamar belakang.
“Apa yang terjadi
disini?” Tanya Sugeng pada salah satu mahasiswa yang lewat di hadapanya.
“Terjadi kasus
penggerebekan, mereka ketahuan berduaan dikamar tanpa mengenakan busana.”
Jawabnya heboh.
Mario dan Sugeng
terperanjat kaget.
“Mereka dari
kampus kita?” Sugeng giliran bertanya,
“Benar.”
"Siapa?" Tanya Sugeng tertarik.
"Hiro dan Vanessa..."
"Siapa?" Tanya Sugeng tertarik.
"Hiro dan Vanessa..."
“Dari fakultas
man.......” Ucapan Mario terputus ketika menyadari sesuatu.”APAAA?” Teriaknya kemudian
hampir berbarengan dengan Sugeng.
Ketika mahasiswa
itu berlalu, Sugeng dan Mario saling pandang.
“Sepertinya dia
adalah Hiro yang kita kenal.” Sugeng mengerutkan dahinya.
“Aku tidak
menyangka sejauh itu dia akan bertindak.” Mario menundukan kepalanya.
TBC
Chapter 3 yang di ketik terburu-buru ini akhirnya selesai tepat di
hari terakhir UAS. Makasih buat sang requested, My best April yang sudah
memberikan motivasi dan dukungan. Tanpa kamu cerita ini gak akan berlanjut J Tolong ingetin aku buat rajin nulis lagi ya, biar nanti pas aku
udah ngerilis novel ini, nama kamu ada di jajaran ketiga ucapan makasih aku
setelah buat Tuhan dan Keluarga. Salam manis untuk yang suka ngomel-ngomel
nagih part selanjutnya ( Love U April)