Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Weekly post

BLACK FAIRY (FANTASY) Chap 5










STRANGER
            Setelah menjalani proses pernikahan sederhana yang sah menurut hukum  yang berlaku, Hiro tak hentinya berusaha membuang kenangan itu dari ingatanya. Ia tidak pernah membayangkan akan bersanding dengan  wanita yang tidak sesuai dengan kriteria bahkan berada di bawah rata-rata. Mengapa harus orang jelek ini? Mengapa harus dia dari banyaknya gadis di dunia manusia? Hiro terus-terusan mengocehkan hal itu dalam hati. Bahkan ketika mengenakan baju pengantin pun, penampilanya tetap tidak tertolong.
            Pak Kedi mengantar kedua pengantin baru itu ke rumah baru mereka tanpa berhenti tersenyum, berbeda dengan wajah kecut penghuni kursi di belakangnya. Meski duduk bersebelahan Hiro dan Vanessa membuat jarak yang sangat jauh diantara mereka.
            “Akhirnya cucuku bisa menikah juga..” Ujar Pak Kedi terdengar lega.
            Akhirnya aku bisa terbebas dari genggaman kakekku.. Gumam Vanessa dalam hati.
            Akhirnya aku punya tempat tinggal dan uang saku.. Hiro tersenyum kecil, detik selanjutnya ia bergidik ketika melihat gadis jelek di sebelahnya.
*          *          *
            Matahari berangsur turun ketika van hitam yang di tumpangi Hiro memasuki salah satu perumahan elit di Tasikmalaya. Mobil itu berhenti di halaman salah satu rumah kemudian penghuninya  turun satu persatu.
            “Aku akan sangat merindukan cucuku.” Pak Kedi berkaca-kaca sambil mendekap Vanessa sebentar.
            “Oh ayolah, kakek jangan berlebihan. Lagipula aku akan sering mengunjungimu.” Ujar Vanessa datar.
            “Ingat..” Pak Kedi menatap dalam-dalam mata Hiro. “Jaga cucuku dengan baik.”
            Hiro langsung mengangguk, meski ia tak yakin apakah bersedia melakukan itu.
            “Aku bisa menjaga diriku sendiri dengan baik kakek.. Cepatlah, lebih baik sekarang kau pulang dan beristirahat.” Vanessa menuntun Pak Kedi memasuki mobil dengan sedikit memaksa.
            Pak Kedi menurunkan kaca mobil, kemudian berkata sambil nyengir kuda.  “Nikmati malam pengantin baru kalian dengan tenang, dan segeralah beri aku seorang cicit.”
            “Cepatlah jalan, Pak..” Seru Vanessa kepada sang supir, dan akhirnya mobil itupun melesat pergi.
Setelah mobil itu menghilang di perempatan, kini Hiro dan Vanessa menatap sebuah rumah minimalis yang ada di hadapan mereka. Rumah itu tampak mungil namun memberikan kesan elegan hanya dengan melihat tampilan depanya saja. Vanessa pun mengambil langkah pertama memasuki rumah itu, Hiro mengekor di belakangnya.
            “Kakekmu kan kaya raya, mengapa dia hanya memberikan rumah sekecil ini?” Hiro bertanya sambil melihat-lihat bangunan itu dengan terheran-heran.
            Vanessa membuka kunci pintu rumahnya, setelah melihat ke dalam ia menghembuskan nafas panjang. “Tentu saja untuk ini.”
            Hiro langsung melongok kedalamnya, detik selanjutnya ia tertegun. Cahaya lilin berpendar dengan harum mawar merebak dari ruangan. Lilin-lilin tersebut diatur sedemikian rupa sehingga membentuk hati di tengah ruangan, dari depan pintu itu juga terdapat jajaran lilin yang membentuk jalan menuju suatu tempat. Hiasan bunga-bunga yang didominasi mawar merah berserakan dilantai, mengikuti alur posisi lilin-lilin.
            “Wahhh..” Hiro tak kuasa menahan rasa terkejutnya. “Kakekmu benar-benar tidak bisa ditebak.”
            “Aku bisa menebaknya dengan mudah.” Ujar Vanessa datar, kemudian melangkah diantara lilin-lilin tersebut mengikuti arahnya.
            Sementara itu Hiro meraih salah satu bunga yang di rangkai di dinding, ia tersenyum mengingat salah satu saudaranya.”Peter sering meciptakan bunga seperti ini.”
            “Dia petani bunga?”
            “Tidak, dia hanya....” Ucapan Hiro terpotong saat dia menyadari sesuatu. “Iya, maksudku semacam itulah. Dia adalah seorang pecinta wanita dan pandai merayu.”
            “Kurasa dia sangat berbeda denganmu.”
            “Tidak ada satupun dari kami yang mirip satu sama lain, kau pasti akan terkejut...” Ucapan Hiro terpotong saat akhinya sampai di sebuah kamar. Terdapat satu kamar tidur besar dengan kelopak mawar bertaburan diatasnya, disekitarnya jumlah lilin berjajar semakin banyak.
            “Orang tua itu sangat berlebihan..” Gumam Hiro menganga.
            “Ini kamarku.” Tegas Vanessa. “Carilah ruangan lain! Aku ingin segera istirahat.” Vanessa lalu membanting pintu cukup keras tanpa menunggu jawaban Hiro.
            Hiro mendengus kesal. “Dia jelek dan menyebalkan.”
Detik selanjutnya ia pun mulai menelusuri seisi rumah. 10 menit kemudian Hiro kembali ke kamar itu dan mengetuk pintunya dengan keras. “Hei... Vanessa buka pintunya!!”
            Tak ada sahutan.
            “Sepertinya tidak ada kamar lain di rumah ini. Jangan bercanda , cepat buka pintunya dan kita berdiskusi untuk mencari jalan keluar.”
            Tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar.
            “Rumah ini masih sangat kosong, tidak ada tempat yang layak untuk tidur. Aku juga benar-benar lelah dan segera ingin tidur.”
            Hiro mengetuk dengan penuh harap, ia terbayang ranjang berukuran besar dan mewah yang ada di dalam, berkeinginan untuk dapat berbaring di tempat itu. Namun detik berikutnya ia bergidik, tidur di ranjang itu berarti harus bersebelahan dengan Vanessa. Hiro pun membuang  jauh keinginanya.
            “Hei setidaknya berikan aku baju untuk mengganti pakaian.” Pinta Hiro dengan nada memohon, tapi tetap tidak ada sahutan dari dalam kamar.
“Kau sengaja melakukan semua ini padaku? Dasar gadis kumal, hitam, jelek menyebalkan.” Gerutu Hiro sambil tetap mengetuk-ngetuk pintunya.
            “Lihat saja, aku pasti akan membalasmu.” Hiro menendang pintu itu sebelum akhirnya pergi ke tempat lain.
            “Rumah ini masih kosong, apa aku benar-benar harus tidur di lantai?” Mata Hiro berkaca-kaca, ia mengasihani dirinya sendiri. “Bahkan setelah menikahi gadis buruk rupa, pada akhirnya aku tetap tidur di lantai.”
*          *          *
            Saat pagi menjelang, Vanessa membangunkan Hiro yang sedang terlelap di pojok ruangan.
            “Bangun... Cepat mandi dan bersiap-siap, kita akan ke kampus sekarang.” Ucap Vanessa agak perlahan sambil mengguncang-guncang tubuh Hiro.
            Hiro menggeliat, ia kemudian mengucek matanya. Ia mendengus tatkala mendapati wajah Vanessa berada di hadapanya.
            “Cepat bangun sebelum tukang bersih-bersih itu menyadari bahwa kau tidur disini.” Tegas Vanessa.
            Hiro beranjak dari tempatnya, ia diseret Vanessa menuju kamar mandi dalam keadaan masih linglung.
            “Sekarang kau mandilah, pulang kuliah kita akan membicarakan soal kontrak pernikahan kita. Oke..”
            Vanessa menutup pintu kamar mandi rapat-rapat, Hiro masih terbengong-bengong. Ia baru bisa mencerna apa yang terjadi setelah membasuh wajahnya, seketika ekspresinya berubah murung. Ia menatap pantulan wajahnya sendiri pada cermin. Hiro yang malang. Bisiknya dalam hati.
*          *          *
            “Kenapa kita harus naik angkot, bukankah kakekmu kaya? Mintalah mobil padanya.” Tegas Hiro ketika mereka berada di halte terdekat menunggu angkutan umum menuju kampus.
            “Jelas sekali bahwa kau menikahiku hanya karena harta, ckckck.” Ujar Vanessa datar seraya menghembuskan nafas berat.
“La-lalu menurutmu apa lagi?” Hiro tergagap, ia merasa tidak enak dengan ekspresi Vanessa. “Kau pikir aku menikahimu karena cinta, jelas itu sangat tidak mungkin.”
Vanessa menatap Hiro dalam-dalam, sorot matanya jelas memancarkan kekecewaan. Hiro mengalihkan matanya dari pandangan Vanessa, ia berdehem gugup. Saat itu Vanessa menurunkan pandangan ke arah sepatunya.
“Tapi aku berjanji akan melindungimu sebagai seorang suami.” Hiro sendiri bingung ketika melontarkan kata-kata itu, sementara Vanessa kembali mengangkat kepalanya dengan ekspresi tak percaya.
Hiro kemudian menggenggam tangan gadis itu sementara tanganya yang lain berusaha menghentikan angkot yang mereka maksud. Setelah angkot berhenti, Vanessa di tuntun dengan hati-hati memasuki angkot, dan genggaman mereka berakhir setelah berada di dalamnya.
*          *          *
            “Itu dia pengantin baru kita..” Mario berujar ketika melihat sosok Hiro dan Vanessa beriringan melewati gerbang kampus.
            Sugeng ikut menghentikan langkahnya dan menatap ke arah yang sama dengan Mario.
            Tampak Hiro dan Vanessa berjalan dengan santai, 3 meter di depan mereka sosok Samudra berjalan dengan gagah menuju gedung Fakultas Pertanian. Bertepatan dengan itu mata Hiro menangkap sosok Anjani sedang kesusahan membawa buku-buku tebal ditanganya. Keduanya pun akhirnya menempuh arah berbeda.
Vanessa dengan ekspresi merekah bak bunga yang baru saja bertemu hujan, pergi mengejar Samudra. Sementara Hiro menghampiri Anjani yang masih merupakan kandidat Black Fairys baginya.
            “Yah, mereka adalah pasangan teraneh dari semua pengantin baru yang ada.” Celoteh Sugeng saat menyaksikan pemandangan di depanya, ia pun meneruskan langkahnya sambil menggeleng kuat-kuat.
            “Aku juga sempat kaget, kita semua tahu bahwa Hiro adalah maniak gadis cantik. Tapi ternyata kriterianya lebih buruk dari kita semua.” Mario tertawa kecil.
            Sugeng menghembuskan nafas panjang. “Masa bodoh dengan macam-macam kriteria saat kita sudah terlanjur jatuh cinta, inilah bukti nyata bahwa cinta itu buta.”.
            Sementara itu Vanessa tampak kesusahan berlari dengan rok lebar kedodoranya untuk mengejar Samudra. “SAMUDRA... AAAA... TUNGGGU AKU!!! Aku akan mengawalmu ke gedung fakultas Pertanian.”
            Hiro dengan coolnya mengambil sebagian buku dari tangan Anjani. “Tangan cantik itu tidak seharusnya dipakai untuk membawa barang-barang berat.”
            “Terimakasih, Hiro. Loh, dimana istrimu?” Anjani tampak enggan.
            “Bisakah untuk tidak membahas dia saat bersamaku? Aku ingin cepat-cepat menceraikannya.”
            Anjani tertawa. “Kau ini lucu sekali, padahalkan kalian baru saja menikah.”
            Hiro mengangkat bahu. “Ngomong-ngomong kau akan membawa buku ini kemana?”
            “Ke perpustakaan.”
            “Baiklah, aku siap mengantar.” Ujar Hiro seraya tersenyum dengan senyuman paling manis dari yang pernah dilihat Anjani.
*          *          *
            Setibanya di ruang kelas, Mario dan Sugeng tak henti mengolok-olok Hiro. Meskipun kesal namun mau tak mau Hiro harus menelan cibiran yang dialamatkan padanya, karena walau bagaimana pun ia sendiri tak bisa mengelaknya.
            “Aku udah rencana jodohin kamu sama Agnes Monica, eh tapi ternyata kriteria kamu Cuma setingkat Vanessa. “ Mario tertawa ngakak sambil memegangi perutnya.
            “Ro, gue sama Mario hampir frustasi milihin cewek yang menurut kamu cantik. Yaelahh kalo ternyata kayak si Vanessa, banyak di got-got deket rumah gue juga.” Sugeng terpingkal-pingkal menambah intensitas olokan mereka.
            Hiro merasakan telinganya memanas, ia pun semakin kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah menggebrak kursinya sendiri Hiro melengos pergi ke luar kelas. Gelak tawa Mario dan Sugeng pecah semakin menjadi karena berhasil mempermainkan Hiro.
*          *          *
            “Dasar cewek gak tau malu!! Lo kan udah punya suami, gak ada hak buat lo ngejar Samudra lagi...”
            Ketika melewati salah satu koridor yang cukup sepi, Hiro mendengar keributan itu. Tadinya ia berniat mengabaikan hal tersebut, tapi niatnya urung saat ekor matanya menangkap sosok Vanessa sedang terjepit diantara 4 mahasiswi yang memojokanya di dinding.
            “Suamiku sendiri tidak masalah dengan semua itu, lalu apa hak kalian melakukan ini padaku?” Tegas Vanessa sambil melempar tatapan tajam yang menusuk.
            “Aku benar-benar tidak tahan melihat sikapmu.. Ini peringatan terakhir kami untuk berhenti menganggu Samudra.” Mahasiswi yang berhadapan dengan Vanessa membalas tatapan mematikanya. Gadis bernama Niken itu memerintahkan kedua temanya untuk menahan lengan Vanessa.
Hiro berdiam diri saja pada jarak 5 meter dari sana, masih menimang apakah harus membantu Vanessa atau tidak.
            Vanessa menarik sudut bibirnya. “Aku bukan pengecut yang akan menyerah hanya karena peringatan kecil seperti ini. Aku bukan pengecut sepertimu yang tidak berani menghadapiku seorang diri!!!” Kata Vanessa dengan nada tajam menohok, matanya menatap satu persatu dari ke empatnya dengan tatapan mengejek.
            “DASAR GADIS KURANG AJAAARRRRRRR......” Niken mengayunkan lenganya sejajar wajah Vanessa. Namun sebelum telapak tangan itu sampai ke pipi Vanessa, seseorang menghentikanya.
            “Berhenti mengganggunya...” Hiro menatap tajam mata Niken yang berusaha menampar Vanessa, ia memperkuat genggamannya pada tangan orang itu.
Kedatanganya yang tiba-tiba sontak membuat semua orang terkejut, tak terkecuali Vanessa sendiri.
            Niken membuang muka dengan ekspresi muak, ia menarik tanganya dari genggaman Hiro sambil tersenyum picik. Sontak kedua temannya pun melepaskan peganganya pada tangan Vanessa.
            “Entah apa kekurangan suami lo hingga lo masih nekat ngejar Samudra...” Cibir Niken penuh kebencian. Kemudian pandangannya beralih menatap Hiro. “Kalo lo bener mencintai istri lo yang buruk rupa ini, didik dia supaya enggak kegatelan di hadapan cowok lain.”
            “Apa? Benar-benar mencintai dia?” Hiro mendadak menyesal membantu Vanessa, rusak sudah imagenya karna sudah dianggap mencintai si gadis buruk rupa. Hiro mengerang, “Biar kujelaskan, sebenarnya......”
            Ucapan Hiro menggantung karena Niken dan teman-temanya sudah berlalu dari hadapan mereka.
            “Heii  jangan pergi dulu, aku tidak ingin kalian salah paham. Dengarkan dulu penjelasanku...” Namun suara itu seperti tidak pernah sampai ke telinga Niken, ia tetap melanjutkan langkahnya menjauh dari Hiro dan Vanessa.
            “Kau menyesal hahh? Kalau begitu tidak perlu datang sekalian..” Vanessa melengos pergi dengan ekspresi sebal.
            “Heii tunggu dulu, setidaknya ucapkanlah terimakasih padaku.” Hiro berusaha menyesuaikan langkahnya sejajar dengan Vanessa.
            “Kenapa aku harus mengucapkan terimakasih, lagi pula aku bisa mengatasinya sendiri meskipun kamu tidak datang.”
            Hiro mengerang. “Benar kata mereka, kau sungguh tidak tahu malu.”
            “Jika kau sudah menyadarinya, berhentilah mencampuri urusanku.” Kata Vanessa datar.
            Hiro terperanjat ketika mengingat sesuatu. “Heii... Aku bertanya karna penasaran, mengapa terhadapku kau selalu bersikap datar? Sementara dihadapan Samudra sikapmu berubah 3600.”
            Vanessa menghentikan langkahnya, ia kemudian menatap Hiro jahil. “Memangnya kenapa? Kau cemburu?”
            Hiro mendadak mual, ia mendengus sebal. “Cemburu pantatku...”
            “Aku bersikap datar agar kau tak menyukaiku.” Jawab Vanessa kalem, ia kemudian melanjutkan langkahnya.
            Hiro terkejut, tidak menyangka kata-kata itu akan keluar sebagai jawaban. “Berhentilah mempermainkanku dengan kata-kata yang tidak mungkin.”
            “Aku serius..” Vanessa masih tetap datar.
            “Lalu Mengapa Samudra tetap tidak menyukaimu? Padahalkan kau tidak bersikap datar padanya, justru malah kebalikanya”
            “Karena Samudra itu berbeda, dia sangat berbeda. Aku ingin meluluhkanya.”
            “Berbeda seperti apa yang kamu maksud?”
            “Dia tinggi, dia putih, dia atletis, dia pintar, dia misterius, dia sempurna.. Begitulah, kenapa Samudra berbeda dari yang lain.”
            Hiro mendengus. “Heii apa kamu tidak sadar, sebenarnya aku pun tidak jauh berbeda dengan....”
            Vanessa memotong perkataan Hiro sambil berdecak. “Tapi kau tidak pintar seperti dia.”
            Hiro mengatupkan rahangnya menahan marah. “Kau benar-benar punya kemampuan membuatku kesal.”
            Hiro berniat untuk berbalik arah, ia berpikir bahwa bicara terlalu lama dengan Vanessa hanya akan membuat mood nya hancur total. Namun sebelum Hiro sempat menggerakan kakinya, tiba-tiba saja langit kampus yang cerah berubah mendung. Angin bertiup dengan kencang sehingga mampu menerbangkan daun-daun di sekitar mereka, tak lama kemudian terdengar bunyi mendengung yang memekakan telinga diikuti suara seperti lolongan kereta.
            Hiro yang kebingungan melihat dengan seksama ke segala arah, di sekitarnya tidak tampak siapapun kecuali Vanessa. Langit diatasnya adalah segumpalan awan hitam yng berputar membentuk poros yang aneh, selain itu angin kencang bertiup semakin menjadi. Hiro meraih lengan Vanessa dan memeganginya erat.
            “Kita harus berlindung, sepertinya akan terjadi bencana alam.” Teriak Hiro menyaingi suara lolongan aneh tersebut.
            Vanessa menarik tanganya, ia bersikap biasa saja seakan tidak ada hal janggal yang terjadi. “Kau bercanda? Bencana alam seperti apa yang kau maksud.”
            Hiro membulatkan matanya, ia mengucek matanya sendiri namun keadaan disekitarnya masih mencekam seperti tadi. “Jangan berpura-pura, bukankah cuaca hari ini benar-benar aneh. Kau dengar lolongan itu kan? Aku tidak ingat kampus kita dekat dengan rel kereta api, sebenarnya apa yang telah terjadi..”
            Hiro yang kebingungan tidak menangkap wajah terkejut, takut ataupun heran di wajah Vanessa. Ekspresinya masih datar-datar saja.
            “Oh my god.” Vanessa menepuk jidatnya sendiri. “Mereka pasti akan mengerjaiku.” Vanessa mendengus lalu berlari melawan angin memasuki salah satu koridor.
            Hiro ingin mengejarnya, namun mendadak tenaganya hilang. Vanessa sudah hilang dari pandangan matanya ketika suara lolongan itu berhenti, diikuti tiupan angin kencang yang berangsur menghilang. Langit masihlah dalam keadaan yang sama, beberapa detik kemudian kabut aneh turun dari langit dan menyusup ke semua sudut kampus. Kabut tebal itu membuat pandangan Hiro terganggu, mendadak ia tidak bisa melihat apa-apa selain warna putih yang menyelimutinya. Atmosfir di sekitarnya perlahan berubah menjadi begitu dingin sampai-sampai membuat gigi Hiro bergemeletuk karena menggigil.
            Belum selesai kebingungan yang sebelumnya, jutaan pertanyaan baru menghujam kepala Hiro. Sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan nafas mengeluarkan uap berlebih, Hiro melangkahkan kakinya tanpa tujuan dan hanya berpedoman pada rasa penasaran terhadap apa yang terjadi.
            5 menit berlalu, kabut disekitarnya berkurang sedikit demi sedikit, temperatur juga kembali normal. Tapi anehnya, kabut tersebut menghilang ke satu arah seakan di hisap oleh sesuatu. Tanpa pikir panjang ia mengikuti arah kabut tersebut dengan langkah hati-hati, sampai akhirnya Hiro tiba di area Fakultas Keguruan tepatnya di halaman yang cukup luas. Di depan matanya Hiro melihat kabut dari segala arah berputar-putar lalu menghilang sedikit demi sedikit, ia kemudian menajamkan pengelihatanya dan melangkah lebih dekat.
Hiro merasakan tubuhnya melemas, dadanya berdebam-debam tidak karuan. Tanganya gemetar dan tiba-tiba saja ia lupa bagaimana caranya bergerak. Saat melihatnya, saat melihat sosok itu secara langsung, Hiro terpaku dan tidak bernafas sama sekali. Bola matanya menangkap sosok penghisap kabut yang berwujud peri, bersayap hitam, cantik, anggun, mempesona, SEM-PUR-NA.
            “Black Fairy...” Tanpa sadar bibirnya mengucapkan kata tersebut. Ia hampir tidak percaya makhluk yang selama ini di carinya itu kini tengah berada tepat di depan matanya sendiri.
            “Black Fairy...” Hiro mengulang kata itu, kakinya terangkat menempuh satu langkah yang sulit.
            Black Fairy itu tengah berbutar, bertputar dalam gerakan yang indah seakan tengah menari. Setelah kabut itu bersih, Black Fairy menghentikan gerakanya perlahan-lahan. Ia kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Hiro sehingga mata mereka bertemu. Dalam keadaan diamnya Hiro merasakan girang tak karuan, beradu pandang dengan Black Fairy seakan memberikan sensasi ajaib di dalam dadanya. Namun tak sempat 5 detik, perwujudan Black Fairy yang seringan kapas meluncur kelangit dalam kecepatan tinggi.
            Hiro mernganga, ia menatap kepergian Black Fairy hingga sosoknya menghilang dalam pelukan langit. Bahkan aku tidak sempat mengucapkan kata ‘Hai..’
            Dalam pikiranya yang masih di penuhi tentang Black Fairy, Hiro kembali dikejutkan dengan adanya sosok berbaju besi yang tengah mengarahkan mata panah ke langit. Orang itu berada tepat sejajar dengan Hiro, hanya saja Hiro baru menyadarinya karena sebelumnya posisi orang itu terhalang oleh Black Fairy.
            Hiro menyipitkan matanya, detik selanjutnya ia tertegun. Bukankah dia Samudra... Hiro menggeleng tak percaya, namun sosok dengan kain hitam dililitkan di kepalanya memang tampak seperti Samudra. Tapi mengapa ia mengenakan baju besi? Mengapa ia mengarahkan mata panah ke langit? Apa mungkin ia bermaksud memanah Black Fairy?
            “HIRO.....” Hiro terperanjat mendengar suara teriakan itu. Ia kemudian membalikan tubuhnya dan mendapati Vanessa sedang berlari mendekat.
            “Apa yang kau lakukan disini, ayo cepat kita pulang sekarang. Kakekku ada di depan gerbang, katanya dia ingin bertemu dengan kita..”
             “Sebentar, kau liat disana....” Ucapan Hiro menggangtung, saat ia berbalik sosok Samudra sudah menghilang tanpa jejak.
            “Liat apa? Disana tidak ada apa-apa. Berhentilah bersikap aneh dan ayo kita pulang.” Pinta Vanessa dan menarik tangan Hiro.
            “Apa kamu tidak merasakan hal aneh? Seperti awan mendung, angin, suara lolongan, kabut, dan....”
            Vanessa menghela nafasnya saat melepaskan tangan Hiro. “Biar aku tegaskan sekali lagi, tidak ada hal aneh yang terjadi hari ini. Cuacanya tidak berubah, tetap cerah seperti sekarang.”
“Tapi aku benar-benar..”
“Berhentilah meracau tidak jelas, atau kau benar-benar akan dianggap seperti orang gila.” Vanessa menggeleng dan mengejek Hiro dengan tatapanya. “Ayo cepat kita pergi, kakekku menunggu diluar.” Lanjutnya.
Hiro menahan lengan Vanessa sehingga langkah gadis itu berhenti. “Tadi kau pergi kemana? Mengapa aku tidak bisa menemukanmu?”
“Aku pergi ke kelas mengambil tasku, Niken si nenek sihir itu tidak akan melepaskanku dengan mudah. Dan tepat seperti dugaanku, tas kesayanganku ini jadi korbanya.” Vanessa memeluk tasnya sendiri yang sudah sobek disana-sini dan berbau telur busuk, wajahnya tampak sedih.
Hiro menutup hidungnya. “Kenapa kau masih memungutnya? Buang tas itu, benar-benar menjijikan! Baunya menggangguku!!”
“Tidak akan, tas ini adalah tas kesayanganku.”
“Bersyukurlah tas itu rusak, kau bisa meminta yang baru pada kakekmu. Dan belilah model terbaru yang kekinian, jangan seperti tas nenek-nenek yang sudah ketinggalan jaman itu.”
“Hahh, sudahlah.. Percuma berdebat dengan seseorang yang tidak mengerti fashion.” Kata Vanessa sambil berlalu.
Hiro menggeleng, ia menatap bagian belakang Vanessa dari ujung kaki hingga ujung rambut. “Coba lihat siapa yang bicara. KAULAH YANG CUPU, CULUN, KUMAL....”
Vanessa berbalik dan menjulurkan lidahnya. “Aku pulang, terserah padamu ingin ikut bersama kami atau tidak.”
“Perempuan gila menyebalkan...” Gerutu Hiro. Namun kekesalanya hilang dengan cepat mengingat kebingungan yang belum terpecahkan. Apa Vanessa benar-benar tidak merasakanya? Tapi tidak mungkin, kejadian tadi benar-benar jelas, aku yakin aku tidak salah. Mungkin Vanessa hanya ingin mempermainkanku saja,agar terlihat seperti orang bodoh.
Lalu ia kembali menatap langit. Apa yang tadi kulihat itu benar-benar Black Fairys? Hiro terdiam, kemudian menertawakan dirinya sendiri. “Dia lebih sempurna dari semua khayalan yang aku buat tentangya.”
Selintas pikiranya mengingat Anjani, kandidat Black Fairy yang cantik, pintar dan paling baik hati itu. “Ya benar... Black Fairy pasti menurunkan kadar kecantikanya agar bisa berbaur dengan manusia, tidak menutup kemungkinan bahwa dia adalah Anjani.”
Dengan langkah lebar Hiro menempuh jarak ke arah kelas Anjani, kebetulan ia memang sedang berada di dekat gedungnya. Setelah sampai disana, ia mendapati mahasiswa Jurusan Biologi sedang berlajar dengan tertib seperti biasanya.
“Mengapa mereka masih setenang ini? Bukankan baru saja terjadi hal aneh yang mengerikan di tempat ini.” Gurau Hiro masih kebingungan, kepalanya pusing dipenuhi pertanyaan-pertanyaan mengenai hal aneh yang baru saja dialaminya.
Hiro tidak membiarkan dirinya berdiam diri terlalu lama, ia mengetuk pintu kelas Jurusan Biologi I kemudian membukanya perlahan.
“Permisi pak, saya ingin bertemu sebentar dengan Anjani.” Kata Hiro sopan.
Dosen yang sedang menyampaikan persentasinya terdiam setengah kebingungan. “Apa di kelas kita ada yang bernama Anjani?” Tanya dosen itu kepada mahasiswanya.
Sementara itu seisi kelas menjadi hening, mereka berpandangan satu sama lain dengan heran. Kemudian seorang mahasiswa berkemeja angkat bicara. “Tidak ada yang namanya Anjani di kelas kami.”
“Apa? Ehh, jangan bercanda. Aku yakin ini kelasnya.”
“Tapi kami yakin tidak ada yang namanya Anjani di jurusan kami, mungkin dia dari jurusan lain.” Timpal yang lain.
Hiro mencari-cari kebohongan dari wajah seisi kelas yang kurang lebih berjumlah 40, namun nihil mereka tampaknya bicara jujur apa adanya.
“Kalau begitu maaf karena sudah mengganggu kelas kalian, Terimakasih Pak.” Hiro undur diri, namun ia tidak langsung pergi dari sana.
Beberapa detik setelah ia menutup pintu, Hiro membukanya lagi. “Satu lagi, apakah tadi kalian merasakan cuaca tiba-tiba berubah aneh? Seperti mendung, angin yang bertiup kencang, dan kabut tebal turun dari langit. Ah, dan terdengar suara lolongan juga.” Cerocos Hiro.
Untuk kesekian kalinya seisi kelas hening, mereka terdiam dan menatap aneh ke arah Hiro.
“Cuaca hari ini baik-baik saja.” Jawab dosen dengan wajah datar. “Pulang dan beristirahatlah, sepertinya hari ini kau lelah sekali.”
“Kalau bisa luangkan waktumu untuk pemeriksaan ke RSJ.” Gurau salah satu mahasiswa disambut gelak tawa teman-temanya di kelas itu.
“Tampaknya dia memang gila.. Setelah menanyakan orang yang tidak ada, ia bergurau tentang cuaca aneh. Padahal hari ini baik-baik saja.” Kata yang lainya, gelak tawa di ruang kelas pun makin menjadi.
Hiro langsung menutup pintu dan terdiam di luar. Ia memijit keningnya frustasi, kepalanya terasa lebih sakit lagi saat itu.
“Mungkin memang aku yang sudah gila..” Guraunya, namun Hiro menampiknya kuat-kuat. “Aku yakin aku tidak gila, aku bisa merasakanya dengan jelas.”
Apa mungkin hanya aku saja yang merasakanya?
Dimana Anjani?
Apa dia menghilang setelah aku melihat Black Fairy secara langsung?
Apa kebetulah, dia benar-benar Black Fairy?
Aishhhh, dimanakah saudara-saudaraku dalam situasi seperti ini. Aku membutuhkan mereka
TBC



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BLACK FAIRYS (Fantasy) Chapter 4

SI GADIS KUMAL MENYEBALKAN
            Hiro melangkah dengan santai menuju gedung paling belakang, matanya menyapu deretan kamar yang berjejer disana. Suasan nampak sepi dan jajaran kamar yang lainya seperti tak berpenghuni.  Hiro melangkah menuju kamar di dekat WC terdekat, dan tanpa pikir panjang membuka kenop pintunya kemudian masuk ke ruangan gelap tersebut. Ia melihat handuk yang tersampir di belakang pintu lalu melangkah ke luar menuju kamar mandi, disana ia membasuh badanya yang penuh pasir dan mandi sekitar 5 menit.
            Saat ke luar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan sehelai handuk, Hiro ingat tas yang berisi baju-bajunya ada pada Mario. Ia mengerang dan menghembuskan nafas berat.
            “Aku akan menghubungi Mario besok, hari ini benar-benar melelahkan.” Katanya sambil melenggang pergi ke dalam kamar.
            Saat itu Hiro malas menyalakan lampu, ia langsung menuju tempat tidur yang berhasil di capainya. Setelah melempar handuk ke sembarang arah, Hiro menutupi tubuhnya dengan selimut dan memeluk tubuhnya sendiri sambil berusaha terlelap.
            30 menit berlalu, tampak bayangan beberapa orang berjalan hati-hati menyusuri lorong di jajaran kamar belakang. Mereka mengendap-ngendap menuju kamar ujung di dekat WC, lalu membuka kenop pintu dengan hati-hati.
            “Sssttttt, berhati-hatilah. Nanti kau membuat kacau rencana ini.” Bisik suara perempuan salah satu dari mereka.
            “Setelah aku menyalakan lilin ini cepat nyalakan lampunya.” Interupsi suara yang lain dengan nada rendah.
            “Iya aku mengerti, ayo kita lakukan sekarang...”
            Saat api lilin sudah dinyalakan, detik itu juga ruangan menjadi terang benderang. Kali ini nampak jelas ruangan persegi panjang dengan tempat tidur lebar dari kayu jati berhiaskan ukiran tradisional terletak berhadapan dengan pintu kamar.
            “HAPPY BIRTHDAY TO YOU............” Nyanyi gadis berjumlah 3 orang secara serentak dan lantang. “HAPPY BIRTHAY TO YOU, HAPPY BIRTHDAY VANESSA. HAPPY BIRTHDAY TO YOU..”
            Penghuni tempat tidur tampak terganggu dengan suara bising itu, seorang gadis berkulit hitam dengan rambut ikal yang berantakan muncul dibalik selimut sambil menggeliat dan menggisik-gisik matanya. Gadis bernama Vanessa itu hanya mengenakan pakaian dalam.
            Awalnya respon ketiga gadis itu biasa saja, namun pada detik selanjutnya tiba-tiba seorang pria muncul dari balik selimut tanpa mengenakan sehelai benangpun. Dan orang itu tidak lain adalah Hiro sendiri.
            “AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Ketiga gadis itu refleks menjerit dan bereaksi panik.
            Hiro dan Vanessa tidak menyadari apa pun sampai pandangan mereka bertemu. Saling melempar tatapan heran dan bingung, masing-masing menatap dimulai dari ujung rambut.
Si gadi kumal perusak suasana. Hiro bergumam dalam hati seraya mendelik tajam. Mengapa gadis hitam pecicilan ini ada di sampingku. Hahh? Disampingku? Kami berdua diatas ranjang?
Setelah dapat mencerna situasi yang terjadi, Hiro maupun Vanessa menjerit bersamaan.
            “AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.” Keduanya refleks menelungkupkan kedua tanganya di depan dada, lalu saling tarik menarik selimut untuk menutupi bagian tubuh yang lain.
            Keributan dikamar itu sontak menimbulkan kehebohan, orang-orang yang ada di sekitar kamar mulai berdatangan satu persatu. Kemudian kehebohan semakin menjadi ketika  mereka menyaksikan sepasang manusia dengan pakaian minim saling berebut selimut di atas ranjang.
            Keributan itu mereda ketika seorang dosen berperawakan tinggi menakutkan memasuki area kamar sambil berkacak pinggang.
            “DIAM SEMUANYAAA..............” Teriaknya dengan nada tegas menakutkan.
            Refleks Hiro dan Vanessa pun menghentikan aktivitasnya, Vanessa dengan malu yang tidak terelakan lagi sembunyi di balik selimut. Sementara Hiro dengan bertelanjang dada tampak kebingungan untuk memulai penjelasanya kepada orang-orang,
            “Pak ini... Saya juga tidak mengerti.. Tiba-tiba.. Terang dan orang berteriak-teiak.......” Hiro terbata-bata menjelaskan situasi membingungkan yang dialaminya.
            “Saya butuh alasan yang jelas!!” Geram dosen itu dengan wajah semerah tomat.
*          *          *
            Setelah Hiro dan Vanessa sudah mengenakan pakaian yang pantas, mereka dibawa ke loby dengan di kelilingi sejumlah dosen dan beberapa petugas penginapan. Disana mereka duduk berdampingan, dengan dosen bu Dewi mengapit sisi Vanessa dan juga Pak Miko berada di samping Hiro yang lain. Sementara di sebrang mereka duduk dengan tegak dosen menakutkan yang biasa di sapa Pak Rudi, di sampingnya duduk pemilik penginapan.
            Ketiga teman Vanessa yaitu Hani, Gisel, dan Yesi berkumpul di sudut loby sebagai saksi. Sugeng dan Mario bergabung bersama mereka untuk memberikan kesaksian juga.
            “Mereka mengaku tidak saling kenal bahkan tidak pernah berinteraksi satu sama lain, apa itu benar?” Tanya seorang dosen perempuan biasa di sapa bu Tika.
            Gisel menggeleng. “Aku tidak tahu, tapi memang benar kalau kami baru mengenal Hiro dan tidak pernah berinteraksi denganya.”
            “Tapi..” Potong Yesi. “Kami pernah mendengar celetuk Vanes tentang Hiro.”
            “Celetuk apa?”
            “Dia bilang ‘Seharusnya dia tidak datang ke tempat ini’. Kami tidak tau apa maksudnya, tapi sejak saat itu dia terus memperhatikan Hiro.” Tutur Yesi.
            “Yesi ayolahh, kau kan tahu kalo aku hanya menyukai Samudra.” Vanessa mengelak. “Aku hanya merasa heran karna dia datang ke gedung teater dan tiba-tiba saja menarik turun Sea, kalian semua tau kan drama kita jadi berantakan gara-gara orang ini.” Vanessa menggerakan dagunya ke arah Hiro.
Hiro jadi mengingat peristiswa penculikan Black Fairys palsu beberapa hari yang lalu.
            “Siapa Samudra?”
            “Dia mahasiswa dari fakultas Pertanian.” Jawab Gisel. “Memang dari awal Vanessa sangat menyukai Samudra, dia sering menonton pertandingan basket dan mengirim banyak hadiah untuk Samudra.”
            “Lalu bagaimana ceritanya Vanessa dan Hiro bisa menyewa kamar terpisah?” Bu Tika melanjutkan pertanyaanya.
            “Hiro sudah berencana dari awal ingin menyewa kamar terpisah, kami juga heran.” Sugeng menjawab.
            “Vanessa memang cenderung tidur terpisah dengan kami sejak dulu. Kami tidak curiga sama sekali, kami kira dia hanya punya kebiasaan tidur sendirian.” Kali ini Hani yang menjawab.
            “Karena hari ini ulang tahun Vanessa, kami sengaja mengambil kunci kamarnya. Tapi saat kami masuk untuk memberikan kejutan, ternyata Hiro sudah ada disana... Tanpa baju.” Hani melanjutkan dengan nada malu.
            “Saya juga tidak mengerti kenapa orang ini bisa ada di kamar saya.” Vanessa kembali membuka suara, kali ini dengan nada yang lebih tinggi.
            “Siapa bilang itu kamar kamu?” Tanya Hiro dengan nada menyudutkan.
            “Hei aku duluan yang mesen kamar itu!” Tegas Vanessa.
            “Aku juga udah pesen kamar itu!!” Hiro tak mau kalah.
            “Tapi pak.” Pemilik penginapan angkat bicara. “Pihak kami tidak ada yang menerima pesanan dari saudara Hiro. Kalau Vanessa, memang benar dia meminta kamar terpisah pada pukul 18.00 kepada kami”
            “Tuh kan, jadi kalau bapak mau nyari pelakunya kita sudah tau siapa yang salah disini.” Ketus Vanessa sambil tersenyum sinis.
            Hiro mengerang.“Pak, saya berani bersumpah demi kepala kaum tidak pernah melakukan hal yang kalian bicarakan. Di tempat tinggal saya, saya adalah bungsu yang tidak mengerti apa-apa tentang hubungan orang dewasa. Jadi tolong percalayalah pak...”
            Bukanya memaklumi, justru orang-orang yang ada di loby malah mentertawakanya. Vanessa tampak memandanganya dengan cibiran. Anak ini benar-benar tidak membantu, gusarnya.
            “Walaupun kami tidak mengetahui kronologisnya, setidaknya apa yang kami lihat tadi bisa menyimpulkan sesuatu.” Kata bu Dewi.
            “ Itu hanya ketidaksengajaan, kami...”
            Penjelasan Hiro dipotong Pak Miko yang berkumis tebal. “Disengaja ataupun tidak, kasus ini telah mencoreng nama baik kampus kita. Kami tidak bisa tinggal diam dan akan segera memberikan tindakan.”
            “Benar, bisa jadi kalian melakukanya bukan hanya saat ini.” Timpal bu Dewi.
            “Melakukan apa?” Potong Vanessa. “Bahkan kami tidak mengetahui apa yang terjadi.”
            Dosen-dosen itu tidak menghiraukanya, dan melanjutkan musyawarah mereka.
            “Bisa jadi Vanessa hamil suatu saat nanti, dan itu akan semakin mencoreng nama baik kampus kita.” Bisik-bisik itu tetap sampai di telinga Vanessa, dan ia menekuk kepalanya frustasi.
            “Satu-satunya jalan terbaik adalah mengeluarkan mereka dari kampus, hal ini sekaligus menjadi pelajaran bagi mahasiswa yang lain.”
            “APA??” Hiro dan Vanessa tampak terkejut.
            “Saya tidak bisa meninggalkan kampus dengan cara seperti ini, saya tidak bisa menerimanya.” Protes Vanessa.
            “Saya bahkan belum menyelesaikan tugas saya, saya tidak bisa pergi sebelum menyelesaikanya.” Kali ini giliran Hiro yang menyerukan ketidak setujuan.
            “Di keluarkan atau tidak untuk masalah itu kita akan membicarakanya pada wali kalian. Dan keputusan akan di buat setelah kami berunding.” Kali ini suara Pak Rudi yang tegas terdengar memecah belah sunyi ruangan.
            “Kau tahu kan wali Vanessa bukanlah seseorang yang biasa .” Bisik bu Dewi pada Pak Rudi. “Tidak mudah untuk mengeluarkan dia.”
            “Sehebat apa pun wali Vanessa, kesalahan tetaplah kesalahan. Dan dia akan di hukum sesuai peraturan yang berlaku tanpa deskriminasi.” Tegas pak Rudi sambil melempar tatapan sinis pada Vanessa.
            “Karena kami tidak bisa menghubungi keluarga Hiro, jadi kami hanya akan menunggu kedatangan pihak dari Vanessa.” Lanjutnya.
            “Jangan bilang kalau kalian sudah menghubungi kakek-ku..” Selidik Vanessa dengan nada khawatir.
            “Kakekmu sudah ada dalam perjalanan menuju kesini.”
            Vanessa dengan susah payah menelan ludahnya, ia kemudian menghentak-hentakan kakinya tampak uring-uringan. Sekilas memandang sebal ke arah Hiro.
*          *          *
            Perjalanan dari Tasikmalaya menuju Cipatujah memakan waktu sekitar 3 jam. Waktu sudah merangkak semakin tua ketika kakek Vanessa tiba di loby hotel, pria berusia 60-an itu berjalan tergopoh-gopoh bertumpu pada tongkatnya di dampingi pria berseragam rapi dengan tubuh yang kekar. Dibalik kaca mata minusnya, bola mata kakek itu sibuk mencari sosok Vanessa diantara sekumpulan orang yang tersisa di loby.
            Pak Miko bangkit lalu menyambut kakek Vanessa dengan ramah. “Selamat datang pak Kedi, maaf mengganggu anda malam-malam begini.”
            “Aku tidak ingin meladeni basa basimu, aku ingin langsung mendengar pokok permasalahanya.” Ketus kakek Vanessa yang biasa di panggil Pak Kedi sambil berjalan ke arah Vanessa.
            Semua dosen di ruangan itu menurunkan pandangan matanya, pak Kedi adalah seorang konglomerat yang memiliki perkebunan karet terbesar di pulau Jawa. Tidak ada yang tidak mengenalnya, dan tidak ada yang berani membalas tatapan matanya apalagi menolak perintahnya.
            Bu Dewi bergeser dan memberikan ruang untuk Pak Kedi duduk disebelah Vanessa. Setelah itu pak Rudi menjelaskan kronologis kejadiannya dengan tenang.
            “Meskipun anda penyumbang terbesar di kampus kami, tapi kami akan tetap memberikan hukuman yang pantas. Vanessa tetap akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.” Tutur pak Rudi mengakhiri penjelasanya.
            Pak Kedi menarik sudut bibirnya, raut wajahnya masih tetap tenang. “Anda tidak bisa seenaknya mengeluarkan cucuku.”
            “Tapi kejadian ini akan selamanya menjadi lubang hitam bagi kampus kami, jika kami tidak mengambil tindakan tegas bukankah akan berpengaruh kepada mahasiswa yang lain.” Tambah bu Dewi.
            Suasana loby memanas, meskipun begitu pak Kedi tetap menampilkan air muka yang tenang. Vanessa dan Hiro hanya menjadi pendengar saja saat itu, saat mereka akan buka suara pak Miko mencegahnya.
            “Kejadian itu tidak sepatutnya kalian permasalahkan menjadi serumit ini.” Semua orang membelalakan matanya mendengar perkataan pak Kedi. “Karena sebenarnya kedua orang ini sudah menikah..” Lanjutnya kalem.
            Hiro dan Vanessa refleks bangkit dari tempatnya berdiri dengan wajah luar biasa terkejut.
            “Apa yang kau bicarakan Kek..” Vanessa menuntut penjelasan.
            “Orang tua ini tidak masuk akal..” Hiro menepuk jidatnya sendiri.
            “Kalian tidak perlu menutupinya lagi sekarang.” Pak Kedi menjawab dengan nada datar. “Mereka sebenarnya sudah menikah diam-diam satu bulan yang lalu.”
            Sebelum Hiro dan Vanessa sempat menyangkalnya, pak Kedi sudah menjelaskan panjang lebar seakan telah merencanakanya sedemikian rupa dari jauh-jauh hari.
            “Awalnya saya memerintahkan kepada mereka untuk merahasiakan pernikahan itu dari siapapun, karena saya takut hal itu akan berpengaruh terhadap konsetrasi belajar dan interaksi sosia mereka. Tapi karena sudah terlanjur seperti ini kejadianya. terpaksa saya katakan yang sebenarnya............”
            Bla bla bla bla................ Pak Kedi terus berbicara sampai semua orang di loby tidak bisa bereaksi  apa-apa lagi selain mengangguk-ngangguk.
*          *          *
            Vanessa dan Hiro duduk berdampingan dengan wajah kecut di kursi belakang, Sementara itu Pak Kedi duduk tenang di samping supirnya yang sedang mengemudi. Setelah menyelesaikan permasalahan di penginapan itu pak Kedi langsung membawa pulang keduanya.
            “Apa rencana kakek sebenarnya?” Vanessa bersuara setelah cukup lama berdiam diri. Keheningan di dalam mobil ahirnya terpecah dengan suaranya.
            Pak Kedi menoleh sebentar lalu bergumam.”Kalian berdua kelihatanya cocok juga.”
            Hiro bergidik, ia bergeser untuk memperjauh jarak dengan Vanessa. Selintas dalam pikiranya terbayang sosok kumal Vanessa saat pertama kali mereka bertemu, benar-benar membuatnya ingin muntah. Ia bertanya-tanya jenis kutukan apa yang telah diberikan kepadanya sampai bisa berurusan dengan gadi kumal yang amat dibencinya itu.
            “Ini satu-satunya cara agar tidak di depak dari kampus kalian.” Jawab pak Kedi akhirnya.
            “Kenapa kakek tidak merundingkanya terlebih dulu dengan kami, mungkin saja kami punya solusi lain yang lebih baik.”
            “Misalnya?”
            Vanessa tergagap, ia tidak bisa menjawab perkataan kakeknya. Begitu juga Hiro yang mendadak gugup.
            “Kita bahas masalah ini besok saja, lagi pula kakek sudah terlalu lelah. Kalian istirahatlah sesudah sampai di rumah, dan jangan mengkhawatirkan masalah apa pun.”
*          *          *
            Hiro menggeliat dan terbangun dari tidur nyenyaknya, ia mencium wangi lavender menyeruak memanjakan saluran pernafasanya. Cahaya matahari menerobos dibalik tirai yang sedikit terbuka. Hiro tersenyum-senyum sendiri ketika itu, kemudian menggelindingkan tubuhnya kesana kemari mengelilingi kasur empuk yang di tempatinya.
            Hiro masih ingat dengan jelas semalam ketika sampai di rumah Vanessa yang maha besar nan megah, ia begitu terkagum-kagum sampai lupa mengatupkan rahangnya.
            “Ahh aku ingin tinggal di tempat seperti ini..” Katanya sambil menggerak-gerakan kaki dan tanganya dalam posisi telungkup layaknya kupu-kupu.
            Hiro terperanjat ketika pintu berderak terbuka dan seseorang pelayan masuk ke kamarnya. Pelayan itu membawa nampan berisi segelas teh yang masih mengepulkan asap kecil, tak lama kemudian pak Kedi menyusul masuk ke dalam kamar.
            Hiro langsung beranjak dari tempat tidur dan menghampiri pak Kedi. “Apa bapak akan menyuruh saya pergi sekarang?”
            “Tidak, duduklah dulu.” Pak Kedi maupun Hiro duduk berdampingan di salah satu sofa mewah yang di letakan disana. “Ini tentang cucu kesayanganku, Vanessa.”
            Mendadak Hiro kehilangan selera untuk sekedar mengobrol, ia membuang nafas berat.
            “Kakek begitu menyayanginya tapi keadaan anak itu sangat memperihatinkan, ia tumbuh tanpa sempat mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Dan mungkin kau juga mengerti permasalahan lainya, dengan penampilannya yang....” Kata-kata pak Kedi menggantung.
“Yah kita sebut saja dia cuek terhadap penampilanya.” Lanjut pak Kedi “Kakek khawatir ia tidak bisa menemukan pasangan yang akan menjadi suaminya kelak, sementara umur kakek sudah semakin tua.”
Itu sih sudah pasti, kata Hiro dalam hati. “Memangnya orang tua Vanessa ada dimana?”
Wajah Pak Kedi berubah murung. “Mereka sudah pergi ke surga mendahului kami.”
            Hiro mengangguk dengan wajah ikut berbela sungkawa. “Lalu, maksud kakek mengatakan semua ini padaku?”
            “Yaaaaaa, maksud kakek sih ingin mewujudkan pernikahan kalian menjadi kenyataan.”
            Hiro terbelalak, ia menumpahkan minuman yang baru saja ingin di teguknya.
            “Kakek jangan bercanda..”
            “Ini tidak sesederhana yang kamu fikirkan, kakek juga sudah mempertimbangkanya matang-matang. Lagi pula berita tentang pernikahan kalian sudah menyebar di seluruh kampus, jadi tidak ada alasan untuk menolak status kalian sebagai suami istri.”
            Hiro memijit keningnya yang terasa berat, ia menyesal telah ikut berpartisipasi dalam studytour menyebalkan itu.
            “Jika kamu bersedia menjadi suami yang baik untuk cucuku, aku akan memberikan...... Apapun yang kamu mau.”
            Mata Hiro membulat sempurna, tergiur. Ia menatap lekat wajah pak Kedi memastikan kebenaranya.
            “Benarkah?”
            “Hmm, dan kau boleh tinggal di rumah ini sesuka hatimu.”
            Waaahhhh.. Dalam hati Hiro merasakan kegirangan, tapi kemudian fikiranya tergangu oleh sosok kumal Vanessa yang melintas dalam bayanganya.
            “Kakek juga akan memastika uang sakumu....”
            “Aku bersedia..” Seru Hiro kegirangan. “Aku akan menikahinya.”
            Masa bodoh dengan siapa aku menikah, yang terpenting saat ini adalah uang dan tempat tinggal.. Seru Hiro dalam hati, rasa terganggunya oleh sosok Vanessa akan lenyap jika tersedia jaminan memuaskan seperti yang di tawarkan pak Kedi.
*          *          *
            Jam 08.00 pagi ketika berada di ruang makan, Hiro sudah siap menyantap sarapan paginya saat Vanessa muncul dengan wajah dan rambut yang kusut. Hiro malas untuk melihat secara langsung penampilan calon istrinya, ia menundukan kepalanya dan fokus pada hidangan di meja. Namun selera makanya tiba-tiba saja hilang.
            “Cucuku tercinta yang semanis madu sudah bangun rupanya..” Pak Kedi merangkul Vanessa dengan penuh kasih sayang.
            Uhekkk... Apa kakek itu bercanda? Semanis madu pantatku. Gerutu Hiro dalam hati.
            “Ini minum dulu susunya sayang..” Tangan Vanessa meraih segela susu yang di sodorkan kakeknya, lalu setelah itu pak Kedi membelai-belai rambutnya.
            “Sudah cukup kakek.” Vanessa mengelak dengan lembut. “Aku tidak ingin di perlakukan seperti anak kecil di depan orang lain.”
            “Orang lain apa, orang ini akan segera menjadi suamimu.”
            “Sudah kuduga.” Vanessa membuang muka dari kakeknya. “Baiklah aku setuju. Asalkan kami di izinkan untuk tinggal di luar rumah ini.”
            “Apa maksudmu?” Pak Kedi nampak kebingungan, Hiro pun demikian.
            “Aku ingin memiliki rumah sendiri yang akan aku tempati bersama suamiku.”
            “Apa kau bergurau?” Hiro menyanggahnya.
            Vanessa mendelik, ia kemudian menatap kakeknya dengan tatapan memohon. “Bisakan kakek? Tolonglah.” Ujarnya manja.
            Pak Kedi tertawa. “Cucuku ini benar-benar sudah tumbuh menjadi gadis dewasa, ia tidak ingin ada yang mengganggunya bahkan kakeknya sendiri. Kurasa kau benar-benar menyukai Hiro.”
            Hiro tersedak makanannya sendiri, setelah menghabiskan minuman di gelasnya ia menatap Vanessa kesal.
            “Baiklah. Rumah untuk kalian akan kakek persiapkan.” Seru pak Kedi kemudian melenggang pergi dari ruang makan.
            “Apa rencanamu dengan meninggalkan rumah ini?” Tanya Hiro keberatan.
            Vanessa mengangkat sebelah bibirnya, dan malah balik bertanya. “Apa kau serius ingin menikah denganku?”
            “Kau bercanda? Bahkan aku akan memilih hidup dengan kecoak dari pada serius menikahimu.”
            “Oleh karena itu ikuti saja rencanaku, bodoh.”
            Hiro terperanjat. Bodoh?
            “Jika tinggal disini kita harus benar-benar bersikap sebagai suami istri, kakek akan memperhatikan setiap gerak gerik kita. Apa kau nyaman dengan semua itu?”
            Ohhh.. Hiro mengangguk-ngangguk tanda mengerti.
            “Kita rundingkan masalah ini lebih lanjut setelah menempati rumah baru.”
            “Tapi aku ingin mengajukan permintaan terlebih dahulu.” Hiro mengacungkan tanganya. “Berjanjilah di rumah baru itu kita akan tidur di tempat terpisah.”
            Vanessa memutas bola matanya. “Lalu kau fikir aku ingin tidur sekamar denganmu? Jangan harap!”
            “Baguslah..” Hiro menghela nafas lega, ia bahkan tidak bisa untuk sekedar membayangkan lagi peristiwa kemarin. Berada dalam satu ranjang dengan Vanessa adalah kenangan terburuk dalam hidupnya, yang selamanya akan menjadi lubang hitam di dalam pikiranya sendiri.
TBC
Meskipun pembaca fiksi ini baru satu orang, yaitu My Best Friend April yang setia menunggu chapter selanjutnya hehe tapi aku berharap cerita ini akan di nikmati oleh semua orang suatu saat nanti, dan mereka akan menyukainya Amiin Sertakan komentar dan pesan kesanmu Pril, jangan lupa kritikanya yang membangun!! See you di chapter selanjutnya..

Sekedar bocoran untuk chapter selanjutnya, Hiro akan mendapakan petunjuka tentang Black Fairys. Selain itu ia akan mengenal sosok Samudra, lelaki aneh yang di gilai Vanessa. Lalu bagaimanakah rumah tangga Hiro dan Vanessa yang tidak di landasi perasaan itu? Bagaimana interaksi mereka di rumah baru? Nantikan di chapter selantnya minggu depan ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS