Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Weekly post

BLACK FAIRY (Fantasy) Chapter 10

SIAPA VANESSA?
            Setelah insiden pemukulan Samudra, perlu waktu yang cukup lama agar Hiro dapat menenangkan diri. Bahkan setelah Sea membawanya pulang ke rumah emosinya belum mereda juga. Hati nya sakit sekaligus emosi saat mengingat Samudra telah menjadikan Sugeng korban pembunuhan yang terlupakan, belum lagi Vanessa yang berdiri di pihaknya padahal gadis itu tidak tahu apa-apa. Ia pun semakin meradang karena menganggap tak bisa menjelaskan pada Vanessa siapa Samudra itu sebenarnya.
            “Seharusnya kamu bisa mengontrol emosi kamu!” Celoteh Sea bernada kesal, kala itu ia sedang mengompres tangan Hiro yang bengkak setelah memukul Samudra. “Memukulnya bahkan tidak memberikan manfaat sedikitpun, malah kau sendiri yang kesakitan.”
            Hiro meringis, namun ia memilih acuh pada kesakitan ditanganya. “Aku akan diam saja jika korban itu orang lain. Tapi jika dia salah satu dari temanku aku tidak akan menerimanya begitu saja.”
            “Pantas saja keluargamu tidak pernah mempercayaimu.. Kau sama sekali tidak dewasa, Hiro.” Cibir Sea.
            Hiro mendelik tajam. “Kau hanya mengenalku sebentar! Jangan so tau membicarakan keluargaku.”
            “Itu benarkan.. Keluargamu selalu mengatakan bahwa kau tidak dewasa.” Kata Sea dengan nada meninggi. “Seandainya kau dewasa sedikiiiiiit saja, setidaknya terlintas dipikiranmu tentang apa yang akan kau dapatkan jika memukul Samudra.”
            “Bagaimana bisa aku berfikir dalam keadaan emosi seperti itu, aku hanya ingin Sugeng kembali.”
            “Lalu apakah dengan memukul Samudra, Sugeng akan kembali?” Cibir Sea.
            Hiro terdiam.
            “Memukulnya tidak akan membuat Samudra kesakitan atau menyesal, tidak juga membuat Sugeng kembali. Justru kamu dan kaum kita yang akan mendapatkan dampaknya.”
            Ekspresi Hiro yang keras perlahan melunak saat mendengar penuturan itu.
            “Kau sama sekali belum menyadarinya?”
            Hiro menggigit bibirnya cemas saat menyadari semuanya. “Apa menurutmu Samudra sudah mencurigaiku?”
            “Bukan itu yang harus kau khawatirkan..” Sea menghembuskan nafas kesal. “Kau ingat dengan pesan Ramon? Jangan pernah terlibat dalam pembunuhan yang terlupakan.”
            “Dan bagaimana jadinya kalau aku sudah terlibat?” Hiro mulai menyesali perbuatanya.
            “Gencatan dengan kau Vampire akan berakhir.”
            Hiro merasakan tubuhnya seperti tersengat listrik, ia tidak pernah terpikir jauh sampai kesana. “Apa yang harus kulakukan?”
            “Aku tidak tahu.. Yang jelas aku melihat insting membunuh sudah tercetak jelas dimata Samudra, entah apa yang akan ia rencanakan selanjutnya.”
            “Apa dia akan menyakiti Vanessa juga, untuk membalasku?” Tanya Hiro mulai mengkhawatirkan gadis yang saat ini tengah bersama lelaki itu.
            Sea mengerutkan kening. “Vanessa? Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri.” Lanjutnya sambil menggeleng.
            “Aku akan senang jika dia membunuhku saja, asal jangan melibatkan keluargaku ataupun orang lain.”
            “Kau seperti anak-anak yang bertindak gegabah kemudian menyesal dan pasrah setelahnya.. Itulah yang membedakanmu dengan orang dewasa.”
            “Kali ini dimana letak kesalahanku?” Erang Hiro frustasi.
            “Orang dewasa akan berpikir tentang solusi, bukan malah merajuk sepertimu.” Sea beranjak mengambil jaketnya. “Aku akan pergi menemui keluargamu, berdiam disini tidak ada gunanya.”
            Hiro hanya menunduk putus asa. “Katakan pada mereka aku minta maaf.”
            “Keluargamu sudah pasti memaafkanmu.. Tapi dari pada merasa bersalah, cobalah untuk merubah dirimu sendiri. Itu jauh lebih berguna.” Kata Sea kemudian melengos pergi keluar rumah.
*          *          *
            Saat malam tiba, Hiro mendapati dirinya masih sendirian di dalam rumah. Pikiranya masih sangat kacau saat itu, di sisi lain ia mengkhawatirkan Vanessa yang tak kunjung muncul. Sea juga masih belum kembali setelah sekian lama, Hiro bisa menebak bahwa insiden tadi siang pasti menimbulkan masalah yang sangat besar.
            Tak lama kemudian terdengar suara mobil yang menepi di halaman rumah, Hiro mengintip dibalik jendela dan ia melihat Vanessa keluar dari dalam mobil. Setengah hatinya lega melihat gadis itu baik-baik saja, namun detik selanjutnya ia terkejut dengan keberadaan Samudra di belakang kursi kemudi. Mendadak tubuhnya bergetar dan ia merasa sangat gelisah, ia ingin sekali pergi keluar dan menyeret Vanessa masuk ke dalam rumah. Tapi ia tidak ingin gegabah lagi, ia harus menimbang dengan matang apa yang akan dia lakukan terhadap Samudra.
            Memerlukan waktu yang cukup lama sampai akhirnya mobil Samudra pergi dan Vanessa masuk ke dalam rumah. Hiro menyambut kedatanganya dengan ekspresi kesal.
            “Aku bersumpah demi kebaikanmu, jauhi orang itu...” Tegas Hiro tanpa basa-basi.
            Vanessa membalas tatapan kesal Hiro. “Apa yang tadi kau lakukan pada Samudra?” Tanya nya tanpa merespon ucapan Hiro.
            “Aku tidak melakukanya tanpa alasan, namun apa pun itu kamu tidak perlu tahu..”
            “Kau tahu sendirikan kalau aku menyukai Samudra, kau pikir aku akan diam begitu saja?”
            Hiro merasakan dadanya sesak. “Aku tahu... Aku tahu itu.” Ucapnya berat. “Tapi dia tidak baik untukmu.”
            “Baik atau tidak, kurasa itu bukan urusanmu.” Ucapnya kemudian melengos pergi ke kamarnya.
            Hiro mengerang, tubuhnya merosot di sofa dengan wajah putus asa.
*          *          *
            Sampai pagi menyapa, Sea tak juga kembali. Hal itu menyebabkan Hiro tak bisa memejamkan matanya semalam suntuk, banyak sekali yang membebani pikiranya saat itu. Dimulai dari masalah Sugeng, Samudra, Vanessa dan keluarganya. Untuk sesaat ia benar-benar ingin menghilang dari muka bumi. Bebanya bertambah saat ia mendapati Vanessa menjadi dingin, meskipun tetap patuh tapi Hiro bisa merasakan perubahanya. Saat berangkat ke kampus, Vanessa sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Tiba di gerbang kampus, Hiro merasa heran mendapati Samudra berdiri tidak jauh dari sana.
            “SAMUDRA... AAAA... TUNGGGU AKU!!!” Teriak Vanessa seperti biasa, namun kali ini suaranya terdengar aneh dan ragu-ragu. “Aku akan mengawalmu ke gedung.....”
            Suara Vanessa terputus saat tangan Hiro menahan bahunya sehingga langkahnya terhenti, saat berbalik dia melihat Hiro menggeleng sambil berujar lemah. “Sudah kubilang jauhi dia, kumohon.”
            Vanessa terdiam, ia merasa tidak tahan melihat ekspresi memohon Hiro. Namun tiba-tiba saja Samudra sudah bergabung disana, dia menarik tangan Vanessa sehingga gadis itu bergeser ke sebelahnya.
            Hiro membeku saat mendapat tatapan sinis Samudra, ia mencoba menahan pergerakanya. Meskipun tanganya gatal ingin memukul orang itu lagi, tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak boleh bertindak gegabah. Pada akhirnya, Hiro tetap diam saja saat Vanessa di bawa pergi oleh Samudra. Ia hanya bisa mengutuk dirinya sendiri saat melihat punggung Vanessa menjauh sampai akhirnya menghilang di belokan gedung.
            Dalam pikiran orang lain, hari itu adalah hari yang paling luar biasa untuk Vanessa. Pasalnya seseorang yang selama ini selalu di buntuti kemana pun, saat ini sedang berjalan di sebelahnya, hal itu adalah moment langka yang awalnya sangat mustahil terjadi. Para mahasiswa yang melihat interaksi tak biasa antara Vanessa dan Samudra, menganga tak percaya. Mereka mempercayai keajaiban telah menimpa Vanessa, tak sedikit pula dari mereka yang menganggap Samudra sudah luluh oleh guna-guna Vanessa.
            “Aku selalu menunggu di dekat gerbang..” Kata Samudra membuat Vanessa meliriknya bingung. “Agar kau bisa berteriak dan mengejarku.”
            Vanessa langsung mengalihkan pandanganya dari Samudra.
            Mereka kemudian melewati lapangan basket, Vanessa memijit pelipisnya saat terlintas bayangan dirinya sendiri berteriak menyemangati Samudra di pagar pembatas.
            “Sebenarnya aku juga tidak menyukai basket.” Kata Samudra. “Aku melakukanya agar bisa melihatmu berteriak-teriak, lucu sekali.” Sambungnya sambil terkekeh.
            “Sam.. Kau membuatku tidak nyaman dengan semua ini.” Ujar Vanessa. “Jujur saja aku tidak terbiasa menerima sikapmu yang seperti ini.”
            Samudra terdiam, ia kemudian tersenyum memamerkan gigi putih rapihnya. “Aku mengerti.. Tenang saja nanti juga kau akan terbiasa.”
            Vanessa hanya menggeleng sambil memutar bola matanya.
*          *          *
            Hiro lega sekali saat Sea akhirnya muncul, gadis itu langsung mengajaknya ke tempat yang sepi sebelum akhirnya menyampaikan informasi dari keluarganya.
            “Ramon dan Vigo sudah mengawasi Samudra semalaman, dia tidak menunjukan tanda-tanda untuk membalasmu.” Kata Sea, Hiro lega sekali mendengarnya. “Kau sudah bertemu dengan Samudra?”
            Hiro mengangguk. “Aku bertemu denganya di gerbang.”
            “Bagaimana reaksinya?”
            “Tidak.. Dia tidak bereaksi apa-apa.”
            Sea menghela nafas lega. “Syukurlah... Meski begitu kita harus tetap hati-hati.”
            “Bagaimana dengan kaumku dan kaum Vampir?” Tanya Hiro khawatir.
            “Mereka sudah mengeceknya, hubungan dengan Vampir masih baik-baik saja.”
            Hiro meraskan salah satu tali gaib yang mengekangnya dadanya terlepas, ia benar-benar lega saat mendengarnya.
            “Kau harus bersyukur Hiro.. Biasanya kaum Vampir sangat agresif, mereka akan langsung bereaksi bila merasa terusik.”
            “Mungkin pukulanku kemarin terlalu lemah, jadi Samudra tidak terusik sama sekali.” Ujar Hiro mulai bisa tersenyum.
            Sea balas tersenyum. “Ingat... Jangan melakukan hal yang gegabah lagi.”
            “Aku mengerti, aku akan berubah mulai sekarang.”
            “Aku sudah memutuskan untuk berhenti kuliah dan mengawasimu 24 jam.” Kata Sea membuat Hiro terkejut. “Kau harus segera pindah dari rumah Vanessa, itu keputusan keluargamu.”
            “Aku tidak bisa.” Respon Hiro cepat. “Lagi pula kami sudah mengadakan perjanjian sebelumnya.”
            Sea mengerenyit. “Perjanjian itu sudah tidak penting lagi sekarang, hal itu bukan prioritasmu.”
            Hiro terdiam, akan sangat sulit berdebat dengan Sea. Dia pasti akan mengomel dengan ocehan tanpa ujung jika tidak mendengarkan nasihatnya. Akhirnya ia mengangguk pasrah. “Baiklah.. Aku akan memikirkanya.”
*          *          *
            Hiro merindukan pulang bersama Vanessa saat ia sampai di rumah, meskipun naik angkot yang bau dan sempit ia tidak akan keberatan dengan hal itu. Hiro duduk di sofa sambil memikirkan berbagai macam hal dengan Vanessa, jarak dengan Vanessa yang semakin jauh, secara tidak langsung hal itu telah menyakitinya.
            Lagi-lagi, Hiro dibuat terkejut saat mendapati Samudra mengantar Vanessa pulang. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya kala itu, sehingga ia langsung menyeret Vanessa saat gadis itu masuk ke dalam rumah, dan menyudutkannya di dinding.
            “Aku sudah memperingatkanmu dengan cara baik-baik. JAUHI ORANG ITU!!!” Geram Hiro tak sudi menyebutkan namanya.
            Vanessa melepaskan tanganya dari cengkraman Hiro. “Kenapa aku harus mendengarkanmu?” Katanya sinis.
            Hiro mengerang frustasi. “Bisakah.. Bisakah kau menghargaiku? Anggaplah itu adalah sebuah permintaan, aku mohon padamu. Percayalah bahwa semua ini demi kebaikanmu.”
            “Katakan satu alasan kenapa aku harus menjauhinya!”
            Ucapan Hiro tertahan di tenggorokanya. Karena dia adalah seorang Vampir! Vampir yang membunuh temanku, dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia juga pasti akan membunuhmu.
            Vanessa menunggu jawaban kemudian mendengus bosan, ia melangkahkan kaki menghindari Hiro untuk menuju kamarnya.
            “Kalau kau tidak mau menjauhinya, aku yang akan pergi dari rumah ini.” Kata Hiro, terdengar gemetar tapi menggunakan nada yang serius.
            Vanessa menghentikan langkahnya, setelah jeda beberapa detik ia berbalik. “Lakukan sesuka hatimu.”
            Setelah itu ia pergi begitu saja kedalam kamar, meninggalkan Hiro yang tertatih menatap pintu tempat Vanessa menghilang. Hiro merasakan kemarahan dan kesakitan bersatu mengaduk dadanya yang sesak. Ia tidak punya pilihan lain, secara tidak langsung Vanessa memang lebih memilih Samudra dibandingkan dirinya sendiri.
*          *          *
            Hiro meninggalkan rumah Vanessa saat itu juga, ia pergi ke rumah Sea dan disambut dengan baik oleh sang pemilik rumah. Rumah itu lebih besar dan lebih megah dari rumah kecilnya bersama Vanessa, namun di tempat itu Hiro tidak mendapatkan apa yang ia rasakan saat di rumah sebelumnya.
            “Aku tidak menyangka kau akan datang secepat ini.” Sea menyimpan segelas coklat panas di hadapan Hiro. “Kau bisa menempati kamar di dekat ruang tamu.”
            “Tidak perlu..” Kata Hiro dengan ekspresi kosong. “Aku ingin tidur di sofa saja.” Lanjutnya dengan nada datar.
            Sea sempat terkejut, namun detik berikutnya ia hanya mengangkat bahu. “Terserah kau saja, kau bebas melakukan apa pun di rumah ini.
            Hiro tidak menjawabnya, ia menatap kosong gelas berisi coklat yang masih mengepulkan asap di hadapanya.
*          *          *
           
            Hari berganti dengan sangat membosankan bagi Hiro, tanpa Sugeng setengah bahagianya terasa ikut menghilang. Ia tak bisa memungkiri bahwa Vanessa juga ikut menyumbang jatuhnya semangat menjalani kehidupan di dunia manusia. Sea yang selalu menempel padanya tidak banyak membantu, kehadirnya tak mampu menggantikan kedua orang itu
            Ia dan Vanessa seperti orang asing, setelah meninggalkan rumah itu Hiro tidak lagi sanggup menyapa Vanessa seperti biasa. Ia juga tidak mendapatkan wajah ramah dari gadis itu, Vanessa kembali menjadi gadis datar seperti pertama kali Hiro mengenalnya. Hal itu tidak terlalu mengganggu Hiro, namun keberadaan Samudra lah masalah terbesarnya. Entah apa yang terjadi, Hiro juga tak mengerti mengapa Samudra selalu ada di dekat Vanessa. Yang pasti ia merasakan hatinya selalu teriris tiap kali melihat kebersamaan mereka selama di kampus.
            Di pagi ketiga, Hiro dan Sea tidak sengaja berpapasan di dengan Vanessa. Hiro tidak melihat gadis itu punya maksud menyapa, ia pun berinisiatif menyapanya terlebih dulu, mumpung Samudra sedang tidak bersamanya.
            “Akhir-akhir ini kau pasti sangat bahagia.” Sindir Hiro membuat langkah Vanessa terhenti, dan mereka saling melempar tatapan dingin. “Jauh dariku dan mendapat Samudra sebagai penggantinya.”
            Sea tersenyum canggung diantara keduanya, ia kemudian angkat bicara untuk mencairkan suasana. “Hai Vanessa.. Kami turut senang kau sudah berhasil mendekati Samudra.”
            Vanessa menarik sudut bibirnya kecut, namun ia berusaha tersenyum seikhlas mungkin di depan Sea.
            “Aku ingin memperingatkanmu terakhir kali..” Kata Samudra. “Menjauhlah sebelum ia sempat menyakitimu.” Lanjutnya dengan nada khawatir yang sangat jelas, namun berusaha ditutupinya menggunakan ekspresi tidak peduli.
            “Aku tidak mengerti apa yang kau maksud, tapi yang jelas aku masih baik-baik saja sampai saat ini. Dan kurasa tidak ada hal lain yang perlu dikhawatirkan.” Komentar Vanessa dengan nada tidak suka.
            Karena itulah... Karena itulah aku sangat lega melihat kau masih baik-baik saja. Bisik Hiro dalam hati.
            Percakapan mereka berakhir saat Samudra datang, ia menatap Hiro sekilas dengan wajah tidak suka. Kemudian mengajak Vanessa pergi dari sana.
            “Gadis itu sangat tidak tahu berterimakasih..” Umpat Hiro dengan wajah merah padam. “Aku yang berusaha keras merubah penampilanya, tapi setelah berhasil menarik perhatian Samudra ia mengacuhkanku begitu saja..”
            Sea menautkan alisna dengan bibir mengerucut. “Kau cemburu?”
            “AKU? Pada mereka? Hahaha.. Itu mustahil.” Elak Hiro.
            “Semakin kau mengelaknya, semakin tampak jelas bahwa kau memang cemburu.”
            “Sudahku bilang aku tidak cemburu.” Ucap Hiro bersikukuh, seraya menatap kepergian Vanessa dan Samudra dengan wajah kesal.
            Sea berpikir untuk beberapa saat kemudian berseru. “Lihatlah, mereka tampak serasi sekali kan?.”
            “Cihh... Serasi darimananya.”
            Sea terkekeh, ia kemudian mengacak rambut Hiro. “Kau memang cemburu Hiro.. Aku tidak akan melarangmu menyukai seseorang, hanya saja jangan manusia. Hal itu akan menyebabkan masalah yang besar.“
            “Benarkah?” Tanya Hiro dengan wajah kaget bercampur kecewa.
            “Jadi kau benar-benar menyukai Vanessa?”
            Hiro langsung menggeleng kuat-kuat. “Gadis itu sama sekali bukan typeku.”
            “Tapi kau mendandaninya seperti type gadis yang kau sukai.”
            “Sudah kubilang aku tidak menyukainya.” Protes Hiro dengan ekspresi mengeras.
            “Kalau begitu cepat tanda tangani surat perceraian dengannya!”
            “Hah? Apa?” Respon Hiro tampak shok. “Kenapa harus bercerai.”
            Sea terkekeh. “Rupanya Hiro akan menjadi pembohong saat ia sedang jatuh cinta.”
            “Aishhh kau sangat menjengkelkan...” Hiro melengos pergi dengan sikap salah tingkah, ia meninggalkan Sea yang masih terkekeh di tempatnya.
*          *          *
            Pada hari selanjutnya, Hiro sempat terkejut saat Vanessa datang ke kelas. Ia menerka-nerka dengan tidak sabar apa yang membawa gadis itu untuk menemuinya.
            “Hari ini pulanglah ke rumah, kakek-ku akan berkunjung” Ucap Sea datar. “Akan sangat aneh jika kau tidak berada di rumah saat dia mengira kita masih baik-baik saja.”
            “Bukankah kita memang baik-baik saja.” Potong Hiro. “Tapi kau malah mengusirku.”
            “Aku tidak mengusirmu.” Sanggah Vanessa. “Kau yang memutuskannya sendiri.”
            “Apapun itu.. Yang jelas kau yang membuat aku memutuskan pergi dari rumah.”
            “Berhentilah bersikap seperti anak kecil! Dan tolong, pulanglah untuk hari ini saja.  Kau masih terikat dengan perjanjian itu dan tak boleh menghindarinya sesuka hatimu.”
            “Baiklah, aku akan pulang.” Dengan senang hati... Hiro melanjutkan dalam hati dengan senyum bahagia yang berusaha ditahanya.
*          *          *
            Pak Kedi datang pada jam makan malam, ia membawa banyak sekali makanan lezat untuk dihabiskan bersama Hiro dan Vanessa. Setelah selesai dengan urusan makan malam, mereka duduk lesehan mengelilingi meja di ruang tamu dan mengobrol kesana kemari membahas berbagai macam hal. Sementara Vanessa pergi ke dapur untuk menyimpan beberapa piring kotor, Pak Kedi berbisik kepada Hiro.
            “Kau adalah cucu mantu yang hebat, Vanessa tidak pernah terlihat rapi selama ini.” Pak Kedi tertawa puas. “Tapi sekarang dia tampak lebih memperhatikan penampilanya.
            Hiro hanya mengangguk seraya tersenyum kecil.
            “Keputusanku menikahkan Vanessa adalah pilihan yang tepat. Dan Vanessa beruntung sekali mendapatkanmu sebagai suaminya.” Sambung Pak Kedi.
            Hiro mengingat ulang pernikahan dengan Vanessa, dan ia tidak lagi bergidik saat membayangkanya melainkan mengakhiri ingatan itu dengan seulas senyum terlahir di sudut bibirnya. “Aku yang sebenarnya beruntung bisa menikahi cucu kakek.”
            Vanessa muncul tidak lama kemudian, ia duduk di sebelah Hiro dengan posisi bersebrangan dengan kakeknya.
            “Kakek senang sekali bisa menghabiskan makan malam dengan kalian hari ini.” Seru Pak Kedi tampak bahagia.
            “Kakek bisa saja makan malam dengan kami setiap hari, tapi salah kakek sendiri kenapa selalu sibuk.” Ucap Vanessa berakting kesal.
            Pak Kedi mengangguk lemah. “Jika bukan karena pekerjaan itu, kakek ingin sekali menghabiskan makan malam dengan kalian setiap hari. Tapi ya sudah lah, lain kali kakek akan lebih sering datang kemari.” Ujar Pak Kedi seraya menyandarkan punggungnya pada tumpuan sofa.
            Hiro dan Vanessa tercengang saat mendengarnya, kemudian saling memandang bingung satu sama lain.
            “Tapi ngomong-ngomong, kapan kalian akan memberi kakek seorang cicit?” Celetuk Pak Kedi membuat kedua orang di hadapanya berjengit kaget.
            “Apa yang kakek bicarakan, kami baru saja menikah..” jawab Vanessa tampak gugup.
            “Baru saja menikah?” Pak Kedi mengulang dengan nada tidak percaya. “Jika di hitung dari tanggal pernihakah kalian, seharusnya Vanessa sudah bisa hamil.”
            Hiro menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, ia kesulitan menghadapi situsai seperti itu. Oleh karennya ia memutuskan untuk diam saja dan memasrahkan semua penjelasan ke tangan Vanessa.
            Namun Vanessa tampak sama bingungnya, ia memainkan ujung kaos dengan ekspresi gelisah yang jelas. Suasana pun berubah menjadi hening, sementara pak Kedi masih setia menunggu jawaban dari keduanya.
            “Sebenarnya semua ini salahku..” Tak lama kemudian suara Vanessa akhirnya memecah kesunyian itu. ”Aku bukan istri yang baik untuk Hiro, aku tidak bisa memberikanya keturunan.”
            Hiro melirik Vanessa dengan wajah tidak mengerti, namun ia tetap mendengarkan penjelasan selanjutnya.
            “Hiro sangat tidak beruntung menikahiku... Selain buruk rupa, aku juga tidak bisa melayaninya dengan baik.” Sambung Vanessa dengan menundukan wajahnya, Hiro menduga ia sedang akting bersedih.
            “Siapa yang berkata seperti itu cucuku?” Tanya Pak Kedi seraya melotot ke arah Hiro.
            “Ini sama sekali bukan kesalahan Hiro, kek! Semua masalah berasal dariku, justru Hiro terlalu baik sehingga ia tidak mengatakan apa-apa.” Ketus Vanessa mengangkat wajahnya yang sudah berurai air mata. “Hiro terlalu baik sehingga ia tidak menceraikanku, ia kasihan pada-ku kek.. Oleh karena itu, tolong biarkan aku melepaskan Hiro.”
            Hiro tersentak kaget saat mendengarnya, ia menatap Vanessa tak percaya.
            “Laki-laki mana yang mau berdampingan dengan gadis hitam, jelek, dan kumal sepertiku. Mereka pasti menginginkan seorang gadis cantik berada di samping mereka. Karena Hiro terlalu baik dan tidak mungkin tega mengatakanya, jadi biar aku saja yang mewakilinya. Aku akan melepaskanya, tolong biarkan kami berpisah kek.”
            “APA YANG KAU BICARAKAN?” Bentak Hiro tak bisa menahan diri. Pak Kedi dan Vanessa sama-sama menatap ke arahnya..
“Bukan seperti itu... Aku...” Hiro kesulitan menjelaskan isi pikiranya yang sedang kacau balau berperang melawan kata hatinya sendiri. “Aku.. Tidak ingin... Tidak bisa...”
Kemudian ucapanya menggantung, Hiro beranjak dari duduknya dengan pikiran berkecamuk.
“Ikutlah denganku, kita harus bicara.” Ucap Hiro pada akhirnya, ia meraih tangan Vanessa dan menariknya ke dalam kamar.
“Apa maksudmu mengatakan semua itu pada kakek?” Tanya Hiro langsung setelah ia membanting pintu kamar.
“Aku hanya sedang berusaha mempermudahmu..” Jawab Vanessa. “Kau tidak ingin terikat denganku selamanya kan? Ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya.”
Hiro mengerang. “Mengapa tidak mendiskusikanya denganku lebih dulu? Kau tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak.”
“Aku tidak perlu mendiskusikanya denganmu, bukankah pergi dariku adalah keinginanmu sejak dulu? Apa lagi sekarang sudah ada Sea dan kau bebas tinggal di rumahnya.”
“Tapi.. Aku...” Kata-kata Hiro terputus, pikiranya masih bersikukuh melawan kata hatinya.
“Ayo akhiri sandiwara ini sekarang, sebelum semuanya semakin jauh.” Ucap Vanessa seraya beranjak menuju pintu.
Hiro menahan bahu Vanessa sehingga langkah gadis itu berhenti. Vanessa memberikan waktu untuk Hiro bicara, namun dia tak kunjung membuka suara. Akhirnya Vanessa memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Hiro, namun hal itu di cegah oleh tangan Hiro yang menahan bahu yang satunya lagi. Sehingga posisi Vanessa adalah memunggungi Hiro dengan kedua tangan Hiro berada di bahunya, menahan pundaknya.
“Jangan berbalik, aku tidak ingin kau melihatku.” Kata Hiro dengan nada yang sangat rendah. “Aku...... Ingin tinggal di rumah ini, aku ingin tetap bersamamu.”
Hening... Vanessa terdiam saat kata-kata itu sampai ke telinganya, pergerakanya masih di kunci tangan Hiro sehingga ia tidak bisa melakukan apa-apa.
“Aku tidak ingin kita berpisah.. Secepat ini.” Sambung Hiro. “Beri aku waktu sedikit lagi untuk memahami perasaanku.”
Hiro menggigit bibir bawahnya, ia merasakan perutnya bergejolak. Meskipun berusaha untuk tetap tenang, tapi di bawah sana lutut Hiro bergetar hebat saat mengatakan hal tersebut. Dari sana Hiro menyadari bahwa ia sudah tidak bisa mundur lagi, ia sudah terlanjur menyatakan semua perasaanya.
CEKLEK.... Seseorang mengunci pintu kamar dari luar, dan sudah di pastikan bahwa itu adalah ulah Pak Kedi. Hiro terkejut dan menarik kedua tanganya dari tangan Vanessa, dan mereka berdua sama-sama panik saat berlari ke depan pintu lalu berusaha untuk membukanya.
“KAKEK... Jangan bercanda. Cepat buka pintunya!” Teriak Vanessa seraya menggedor-gedor pintu.
“Kami sudah selesai dengan pembicaraan kami kek, sekarang kami akan keluar menemuimu.” Sambung Hiro.
“PEMBICARAAN KALIAN MEMANG SELESAI, TAPI MASALAH KALIAN BELUM SELESAI..” Sahut Pak Kedi dari luar. “KAKEK MEMBERIKAN KALIAN RUANG UNTUK MENCARI JALAN KELUARNYA, PIKIRKAN DENGAN TENANG DAN MATANG-MATANG.”
“Kami benar-benar sudah mendapatkan jalan keluarnya kek, jadi tolong buka pintunya.” Pinta Vanessa.
“KAKEK AKAN MEMBUKANYA BESOK, TAPI DENGAN SYARAT KALIAN TIDAK BOLEH BERPISAH. KAKEK TIDAK INGIN LAGI MENDENGAR UCAPAN SALING MELEPASKAN DIANTARA KALIAN..”
“TAPI KEK..” Teriak Vanessa tampak gelisah. “Kek, Vanessa janji akan menuruti semua keinginan kakek asal buka dulu pintunya.”
Tidak ada sahutan lagi, tampaknya pak Kedi benar-benar pergi setelah ia mengunci kamar dari luar. Hal itu terbukti saat terdengar nyala mobil di halaman rumah, dan tak lama kemudian suaranya menjauh. Hiro tidak bereaksi lagi, ia hanya mengangkat bahu lalu beranjak ke atas tempat tidur.
“Kakek sudah pergi, tidak ada gunanya berteriak.” Kata Hiro kepada Vanessa yang masih mematung di depan pintu. Kemudian ia membaringkan tubuhnya dengan tangan di simpan di belakang kepalanya sebagai bantal. “Dia tidak akan mengunci kita selamanya, untuk sekarang kita istirahat saja.”
Vanessa tidak meresponya, ia masih bersender pada pintu yang terkunci rapat itu dengan wajah memelas.
Hiro kemudian mengubah posisi tidurnya menghadap kedinding, memunggungi area tempat tidur yang masih kosong. “Aku berjanji tidak akan mengganggumu, lagi pula aku sudah ngantuk.” Hiro mencoba memejamkan matanya, namun ia bohong saat mengatakan sudah mengantuk. Hal itu hanya alasan untuk menutupi rasa gugupnya, jujur saja ia masih tidak siap menghadapi Vanessa setelah mengatakan keinginannya.
Tak lama kemudian akhirnya Vanessa naik ke tempat tidur, seketika jantung Hiro berdetak hebat. Ia merasakan sensasi aneh mengaduk-aduk perutnya, meskipun tidak bisa melihatnya tapi Hiro sudah senang dengan keberadaan Vanessa di sisinya.
Menjelang pertengahan malam Hiro masih kesulitan untuk terlelap, ia masih memunggungi Vanessa meski ia yakin bahwa gadis itu sudah lama tertidur. Tak lama kemudian Hiro mengubah posisi tidurnya dengan sangat hati-hati, dan akhirnya ia bisa tidur saling berhadapan dengan Vanessa. Gelisahnya berkurang saat melihat wajah polos gadis itu nyenyak dalam tidurnya, namun debar di jantungnya tak kunjung berhenti. Ia menatap  Vanessa dalam-dalam, mengamati tiap inci wajahnya dengan seksama.
“Mungkin aku memang menyukaimu...” Gumam Hiro, ia tersenyum kecil saat menyelipkan helai rambut Vanessa ke belakang telinganya dengan lembut. Lalu kembali memandangi wajah itu dengan segenap hatinya.
*          *          *
            Ke-esokan harinya, seseorang membuka pintu kamar untuk mereka. Namun bukan Pak Kedi orangnya, ia menyuruh orang lain karena terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Vanessa dan Hiro pun segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Saat itu Hiro tidak berhenti tersenyum, kentara sekali bahwa ia sangat senang dapat kembali berangkat ke kampus bersama Vanessa.
            Hiro semakin senang saat Sea tidak muncul untuk menjemputnya, ia rindu berangkat dengan Vanessa meggunakan angkot. Namun saat sampai di kampus, rasa senangnya langsung patah oleh kehadiran Samudra yang menunggu di dekat gerbang kampus. Kebiasaan lama sudah berubah, kali ini bukan lagi Vanessa yang berlari mengejar Samudra namun sebaliknya.
Hiro tahu bahwa Vanessa sangat menyukai Samudra, ia mengakui kesakitanya atas kenyataan tersebut. Namun Samudra adalah seorang vampir yang bisa menyakiti Vanessa kapan saja, oleh karena itu Hiro tidak boleh menyerah untuk menjauhkan gadis itu dari Samudra.
Namun kala itu Hiro masih tidak berani menghadapi Samudra secara langsung, ia benar-benar harus hati-hati saat berhadapan denganya. Akhirnya Hiro membiarkan Vanessa pergi untuk sementara waktu, dan dia bertekad pada dirinya sendiri agar suatu saat mampu bertindak bagaimana pun caranya.
*          *          *
            “Hari ini adalah hari eksekusi.” Kata Samudra dengan suara rendah, berbisik pada Vanessa yang sedang berjalan di sebelahnya. “Aku tidak pernah tahu siapa calon korbanya.”
            “Aku mohon jangan Gisel, Yesi ataupun Hani.. Kau tahu sendiri aku sangat menyayangi mereka.” Pinta Vanessa dengan gelisah.
            “Aku tahu, untuk itu kau harus menjaga mereka. Diamlah di kelas saat jam 12 siang, jangan sampai jauh dari mereka. Aku pun aku membantu semampuku, semoga saja korban kali ini bukan salah satu dari mereka.”
            “Aku mengerti.. Terimakasih Sam.” Ucap Vanessa, ia tersenyum lega dan melihat Samudra dengan tatapan bersyukur.
            Samudra balasa tersenyum, ia senang bisa membantu Vanessa. Dan akan semakin senang jika bisa menolong dia dan teman-temannya.
*          *          *
            Hiro mengusir rasa bosan-nya dengan pergi ke kantin, hari itu Mario tidak masuk kelas sehingga ia benar-benar merasa sendirian. Sea juga tidak kunjung muncul, padahal gadis itu senantiasa menempel di dekatnya. Untuk beberapa saat ia ingin mengunjungi kelas Vanessa, tapi segera urung saat terbayang wajah Gisel dan Yesi. Mereka selalu membuat keributan jika Hiro muncul diantara mereka.
            Ketika memesan semangkuk bakso, tiba-tiba saja angin kencang menimpa isi kantin. Tak lama kemudian terdengar suara mendengung yang memekakan telinga, di susul bunyi seperti lolongan kereta. Hiro langsung tersentak dan segera waspada mengamati sekitarnya.
Pembunuhan yang terlupakan.. Seketika hatinya di landa kepanikan, ia trauma menghadapi pembunuhan yang terlupakan, ia takut insiden itu akan merenggut orang terdekatnya lagi. Hiro memikirkan Vanessa dengan cepat dan detik selanjutnya melesat pergi menuju Fakultas Kesenian. Cukup Sugeng, ia tidak akan berdiam diri lagi, Hiro bertekad untuk menyelamatkan Vanessa apa pun resikonya. Meskipun itu berarti ia harus berhadapan dengan Samudra secara langsung.
            Saat Hiro berlari ia tidak memikirkan apa-apa lagi selain Vanessa, dan dengan kecepatannya Hiro sampai ke gedung Kesenian sebelum kabut dari langit mulai turun. Samar-samar ia melihat Vanessa keluar dari kelas dan pergi ke arah yang berlawanan denganya, tanpa pikir panjang Hiro mengikutinya. Ia tidak boleh jauh dari gadis itu agar dapat melindunginya.
            “VANESSA.....” Teriaknya saat tiba di belokan gedung. Namun detik itu juga Hiro menghentikan langkahnya, tanpa sengaja ia melihat Vanessa berubah menjadi orang lain lalu menghilang. Seperti tersambar petir Hiro dibuat tak berdaya saat menyaksikan hal itu, kakinya terasa lemas seakan tak mampu lagi berpijak dibumi.
            Hiro merasakan hatinya terkoyak oleh kenyataan yang barusan terjadi di depan matanya. Rasanya ia ingin berteriak sejadinya, menangis sejadinya, dan mengamuk sejadinya.
*          *          *
TBC

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS