SIAPA VANESSA?
Setelah
insiden pemukulan Samudra, perlu waktu yang cukup lama agar Hiro dapat
menenangkan diri. Bahkan setelah Sea membawanya pulang ke rumah emosinya belum
mereda juga. Hati nya sakit sekaligus emosi saat mengingat Samudra telah menjadikan
Sugeng korban pembunuhan yang terlupakan, belum lagi Vanessa yang berdiri di
pihaknya padahal gadis itu tidak tahu apa-apa. Ia pun semakin meradang karena
menganggap tak bisa menjelaskan pada Vanessa siapa Samudra itu sebenarnya.
“Seharusnya kamu bisa mengontrol
emosi kamu!” Celoteh Sea bernada kesal, kala itu ia sedang mengompres tangan
Hiro yang bengkak setelah memukul Samudra. “Memukulnya bahkan tidak memberikan
manfaat sedikitpun, malah kau sendiri yang kesakitan.”
Hiro meringis, namun ia memilih acuh
pada kesakitan ditanganya. “Aku akan diam saja jika korban itu orang lain. Tapi
jika dia salah satu dari temanku aku tidak akan menerimanya begitu saja.”
“Pantas saja keluargamu tidak pernah
mempercayaimu.. Kau sama sekali tidak dewasa, Hiro.” Cibir Sea.
Hiro mendelik tajam. “Kau hanya
mengenalku sebentar! Jangan so tau membicarakan keluargaku.”
“Itu benarkan.. Keluargamu selalu
mengatakan bahwa kau tidak dewasa.” Kata Sea dengan nada meninggi. “Seandainya
kau dewasa sedikiiiiiit saja, setidaknya terlintas dipikiranmu tentang apa yang
akan kau dapatkan jika memukul Samudra.”
“Bagaimana bisa aku berfikir dalam
keadaan emosi seperti itu, aku hanya ingin Sugeng kembali.”
“Lalu apakah dengan memukul Samudra,
Sugeng akan kembali?” Cibir Sea.
Hiro terdiam.
“Memukulnya tidak akan membuat
Samudra kesakitan atau menyesal, tidak juga membuat Sugeng kembali. Justru kamu
dan kaum kita yang akan mendapatkan dampaknya.”
Ekspresi Hiro yang keras perlahan
melunak saat mendengar penuturan itu.
“Kau sama sekali belum
menyadarinya?”
Hiro menggigit bibirnya cemas saat
menyadari semuanya. “Apa menurutmu Samudra sudah mencurigaiku?”
“Bukan itu yang harus kau
khawatirkan..” Sea menghembuskan nafas kesal. “Kau ingat dengan pesan Ramon?
Jangan pernah terlibat dalam pembunuhan yang terlupakan.”
“Dan bagaimana jadinya kalau aku
sudah terlibat?” Hiro mulai menyesali perbuatanya.
“Gencatan dengan kau Vampire akan
berakhir.”
Hiro merasakan tubuhnya seperti
tersengat listrik, ia tidak pernah terpikir jauh sampai kesana. “Apa yang harus
kulakukan?”
“Aku tidak tahu.. Yang jelas aku melihat
insting membunuh sudah tercetak jelas dimata Samudra, entah apa yang akan ia
rencanakan selanjutnya.”
“Apa dia akan menyakiti Vanessa
juga, untuk membalasku?” Tanya Hiro mulai mengkhawatirkan gadis yang saat ini
tengah bersama lelaki itu.
Sea mengerutkan kening. “Vanessa?
Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri.” Lanjutnya sambil menggeleng.
“Aku akan senang jika dia membunuhku
saja, asal jangan melibatkan keluargaku ataupun orang lain.”
“Kau seperti anak-anak yang
bertindak gegabah kemudian menyesal dan pasrah setelahnya.. Itulah yang
membedakanmu dengan orang dewasa.”
“Kali ini dimana letak kesalahanku?”
Erang Hiro frustasi.
“Orang dewasa akan berpikir tentang
solusi, bukan malah merajuk sepertimu.” Sea beranjak mengambil jaketnya. “Aku
akan pergi menemui keluargamu, berdiam disini tidak ada gunanya.”
Hiro hanya menunduk putus asa.
“Katakan pada mereka aku minta maaf.”
“Keluargamu sudah pasti
memaafkanmu.. Tapi dari pada merasa bersalah, cobalah untuk merubah dirimu
sendiri. Itu jauh lebih berguna.” Kata Sea kemudian melengos pergi keluar
rumah.
* * *
Saat malam tiba, Hiro mendapati dirinya
masih sendirian di dalam rumah. Pikiranya masih sangat kacau saat itu, di sisi
lain ia mengkhawatirkan Vanessa yang tak kunjung muncul. Sea juga masih belum
kembali setelah sekian lama, Hiro bisa menebak bahwa insiden tadi siang pasti
menimbulkan masalah yang sangat besar.
Tak lama kemudian terdengar suara
mobil yang menepi di halaman rumah, Hiro mengintip dibalik jendela dan ia
melihat Vanessa keluar dari dalam mobil. Setengah hatinya lega melihat gadis
itu baik-baik saja, namun detik selanjutnya ia terkejut dengan keberadaan
Samudra di belakang kursi kemudi. Mendadak tubuhnya bergetar dan ia merasa
sangat gelisah, ia ingin sekali pergi keluar dan menyeret Vanessa masuk ke
dalam rumah. Tapi ia tidak ingin gegabah lagi, ia harus menimbang dengan matang
apa yang akan dia lakukan terhadap Samudra.
Memerlukan waktu yang cukup lama sampai
akhirnya mobil Samudra pergi dan Vanessa masuk ke dalam rumah. Hiro menyambut
kedatanganya dengan ekspresi kesal.
“Aku bersumpah demi kebaikanmu,
jauhi orang itu...” Tegas Hiro tanpa basa-basi.
Vanessa membalas tatapan kesal Hiro.
“Apa yang tadi kau lakukan pada Samudra?” Tanya nya tanpa merespon ucapan Hiro.
“Aku tidak melakukanya tanpa alasan,
namun apa pun itu kamu tidak perlu tahu..”
“Kau tahu sendirikan kalau aku
menyukai Samudra, kau pikir aku akan diam begitu saja?”
Hiro merasakan dadanya sesak. “Aku
tahu... Aku tahu itu.” Ucapnya berat. “Tapi dia tidak baik untukmu.”
“Baik atau tidak, kurasa itu bukan
urusanmu.” Ucapnya kemudian melengos pergi ke kamarnya.
Hiro mengerang, tubuhnya merosot di
sofa dengan wajah putus asa.
* * *
Sampai pagi menyapa, Sea tak juga
kembali. Hal itu menyebabkan Hiro tak bisa memejamkan matanya semalam suntuk,
banyak sekali yang membebani pikiranya saat itu. Dimulai dari masalah Sugeng,
Samudra, Vanessa dan keluarganya. Untuk sesaat ia benar-benar ingin menghilang
dari muka bumi. Bebanya bertambah saat ia mendapati Vanessa menjadi dingin,
meskipun tetap patuh tapi Hiro bisa merasakan perubahanya. Saat berangkat ke
kampus, Vanessa sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Tiba di gerbang kampus, Hiro merasa heran mendapati Samudra berdiri
tidak jauh dari sana.
“SAMUDRA...
AAAA... TUNGGGU AKU!!!” Teriak Vanessa seperti biasa, namun kali ini suaranya
terdengar aneh dan ragu-ragu. “Aku akan mengawalmu ke gedung.....”
Suara Vanessa
terputus saat tangan Hiro menahan bahunya sehingga langkahnya terhenti, saat
berbalik dia melihat Hiro menggeleng sambil berujar lemah. “Sudah kubilang
jauhi dia, kumohon.”
Vanessa terdiam, ia merasa tidak
tahan melihat ekspresi memohon Hiro. Namun tiba-tiba saja Samudra sudah bergabung
disana, dia menarik tangan Vanessa sehingga gadis itu bergeser ke sebelahnya.
Hiro membeku saat mendapat tatapan
sinis Samudra, ia mencoba menahan pergerakanya. Meskipun tanganya gatal ingin
memukul orang itu lagi, tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak boleh
bertindak gegabah. Pada akhirnya, Hiro tetap diam saja saat Vanessa di bawa
pergi oleh Samudra. Ia hanya bisa mengutuk dirinya sendiri saat melihat
punggung Vanessa menjauh sampai akhirnya menghilang di belokan gedung.
Dalam pikiran orang lain, hari itu
adalah hari yang paling luar biasa untuk Vanessa. Pasalnya seseorang yang
selama ini selalu di buntuti kemana pun, saat ini sedang berjalan di sebelahnya,
hal itu adalah moment langka yang awalnya sangat mustahil terjadi. Para mahasiswa
yang melihat interaksi tak biasa antara Vanessa dan Samudra, menganga tak
percaya. Mereka mempercayai keajaiban telah menimpa Vanessa, tak sedikit pula dari
mereka yang menganggap Samudra sudah luluh oleh guna-guna Vanessa.
“Aku selalu menunggu di dekat
gerbang..” Kata Samudra membuat Vanessa meliriknya bingung. “Agar kau bisa
berteriak dan mengejarku.”
Vanessa langsung mengalihkan
pandanganya dari Samudra.
Mereka kemudian melewati lapangan
basket, Vanessa memijit pelipisnya saat terlintas bayangan dirinya sendiri
berteriak menyemangati Samudra di pagar pembatas.
“Sebenarnya aku juga tidak menyukai
basket.” Kata Samudra. “Aku melakukanya agar bisa melihatmu berteriak-teriak,
lucu sekali.” Sambungnya sambil terkekeh.
“Sam.. Kau membuatku tidak nyaman
dengan semua ini.” Ujar Vanessa. “Jujur saja aku tidak terbiasa menerima sikapmu
yang seperti ini.”
Samudra terdiam, ia kemudian
tersenyum memamerkan gigi putih rapihnya. “Aku mengerti.. Tenang saja nanti
juga kau akan terbiasa.”
Vanessa hanya menggeleng sambil memutar
bola matanya.
* * *
Hiro lega sekali saat Sea akhirnya
muncul, gadis itu langsung mengajaknya ke tempat yang sepi sebelum akhirnya
menyampaikan informasi dari keluarganya.
“Ramon dan Vigo sudah mengawasi
Samudra semalaman, dia tidak menunjukan tanda-tanda untuk membalasmu.” Kata
Sea, Hiro lega sekali mendengarnya. “Kau sudah bertemu dengan Samudra?”
Hiro mengangguk. “Aku bertemu
denganya di gerbang.”
“Bagaimana reaksinya?”
“Tidak.. Dia tidak bereaksi
apa-apa.”
Sea menghela nafas lega.
“Syukurlah... Meski begitu kita harus tetap hati-hati.”
“Bagaimana dengan kaumku dan kaum
Vampir?” Tanya Hiro khawatir.
“Mereka sudah mengeceknya, hubungan
dengan Vampir masih baik-baik saja.”
Hiro meraskan salah satu tali gaib
yang mengekangnya dadanya terlepas, ia benar-benar lega saat mendengarnya.
“Kau harus bersyukur Hiro.. Biasanya
kaum Vampir sangat agresif, mereka akan langsung bereaksi bila merasa terusik.”
“Mungkin pukulanku kemarin terlalu
lemah, jadi Samudra tidak terusik sama sekali.” Ujar Hiro mulai bisa tersenyum.
Sea balas tersenyum. “Ingat...
Jangan melakukan hal yang gegabah lagi.”
“Aku mengerti, aku akan berubah
mulai sekarang.”
“Aku sudah memutuskan untuk berhenti
kuliah dan mengawasimu 24 jam.” Kata Sea membuat Hiro terkejut. “Kau harus
segera pindah dari rumah Vanessa, itu keputusan keluargamu.”
“Aku tidak bisa.” Respon Hiro cepat.
“Lagi pula kami sudah mengadakan perjanjian sebelumnya.”
Sea mengerenyit. “Perjanjian itu
sudah tidak penting lagi sekarang, hal itu bukan prioritasmu.”
Hiro terdiam, akan sangat sulit
berdebat dengan Sea. Dia pasti akan mengomel dengan ocehan tanpa ujung jika tidak
mendengarkan nasihatnya. Akhirnya ia mengangguk pasrah. “Baiklah.. Aku akan
memikirkanya.”
* * *
Hiro merindukan pulang bersama
Vanessa saat ia sampai di rumah, meskipun naik angkot yang bau dan sempit ia
tidak akan keberatan dengan hal itu. Hiro duduk di sofa sambil memikirkan
berbagai macam hal dengan Vanessa, jarak dengan Vanessa yang semakin jauh,
secara tidak langsung hal itu telah menyakitinya.
Lagi-lagi, Hiro dibuat terkejut saat
mendapati Samudra mengantar Vanessa pulang. Ia tidak bisa lagi menahan emosinya
kala itu, sehingga ia langsung menyeret Vanessa saat gadis itu masuk ke dalam
rumah, dan menyudutkannya di dinding.
“Aku sudah memperingatkanmu dengan
cara baik-baik. JAUHI ORANG ITU!!!” Geram Hiro tak sudi menyebutkan namanya.
Vanessa melepaskan tanganya dari
cengkraman Hiro. “Kenapa aku harus mendengarkanmu?” Katanya sinis.
Hiro mengerang frustasi. “Bisakah..
Bisakah kau menghargaiku? Anggaplah itu adalah sebuah permintaan, aku mohon
padamu. Percayalah bahwa semua ini demi kebaikanmu.”
“Katakan satu alasan kenapa aku
harus menjauhinya!”
Ucapan Hiro tertahan di
tenggorokanya. Karena dia adalah seorang Vampir! Vampir yang membunuh
temanku, dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia juga pasti akan membunuhmu.
Vanessa
menunggu jawaban kemudian mendengus bosan, ia melangkahkan kaki menghindari
Hiro untuk menuju kamarnya.
“Kalau kau tidak mau menjauhinya,
aku yang akan pergi dari rumah ini.” Kata Hiro, terdengar gemetar tapi
menggunakan nada yang serius.
Vanessa menghentikan langkahnya,
setelah jeda beberapa detik ia berbalik. “Lakukan sesuka hatimu.”
Setelah itu ia pergi begitu saja
kedalam kamar, meninggalkan Hiro yang tertatih menatap pintu tempat Vanessa
menghilang. Hiro merasakan kemarahan dan kesakitan bersatu mengaduk dadanya
yang sesak. Ia tidak punya pilihan lain, secara tidak langsung Vanessa memang
lebih memilih Samudra dibandingkan dirinya sendiri.
* * *
Hiro meninggalkan rumah Vanessa saat
itu juga, ia pergi ke rumah Sea dan disambut dengan baik oleh sang pemilik
rumah. Rumah itu lebih besar dan lebih megah dari rumah kecilnya bersama
Vanessa, namun di tempat itu Hiro tidak mendapatkan apa yang ia rasakan saat di
rumah sebelumnya.
“Aku tidak menyangka kau akan datang
secepat ini.” Sea menyimpan segelas coklat panas di hadapan Hiro. “Kau bisa
menempati kamar di dekat ruang tamu.”
“Tidak perlu..” Kata Hiro dengan ekspresi
kosong. “Aku ingin tidur di sofa saja.” Lanjutnya dengan nada datar.
Sea sempat terkejut, namun detik
berikutnya ia hanya mengangkat bahu. “Terserah kau saja, kau bebas melakukan
apa pun di rumah ini.
Hiro tidak menjawabnya, ia menatap
kosong gelas berisi coklat yang masih mengepulkan asap di hadapanya.
* * *
Hari berganti dengan sangat
membosankan bagi Hiro, tanpa Sugeng setengah bahagianya terasa ikut menghilang.
Ia tak bisa memungkiri bahwa Vanessa juga ikut menyumbang jatuhnya semangat
menjalani kehidupan di dunia manusia. Sea yang selalu menempel padanya tidak
banyak membantu, kehadirnya tak mampu menggantikan kedua orang itu
Ia dan Vanessa seperti orang asing,
setelah meninggalkan rumah itu Hiro tidak lagi sanggup menyapa Vanessa seperti
biasa. Ia juga tidak mendapatkan wajah ramah dari gadis itu, Vanessa kembali
menjadi gadis datar seperti pertama kali Hiro mengenalnya. Hal itu tidak
terlalu mengganggu Hiro, namun keberadaan Samudra lah masalah terbesarnya. Entah
apa yang terjadi, Hiro juga tak mengerti mengapa Samudra selalu ada di dekat
Vanessa. Yang pasti ia merasakan hatinya selalu teriris tiap kali melihat
kebersamaan mereka selama di kampus.
Di pagi ketiga, Hiro dan Sea tidak
sengaja berpapasan di dengan Vanessa. Hiro tidak melihat gadis itu punya maksud
menyapa, ia pun berinisiatif menyapanya terlebih dulu, mumpung Samudra sedang
tidak bersamanya.
“Akhir-akhir ini kau pasti sangat
bahagia.” Sindir Hiro membuat langkah Vanessa terhenti, dan mereka saling
melempar tatapan dingin. “Jauh dariku dan mendapat Samudra sebagai
penggantinya.”
Sea tersenyum canggung diantara
keduanya, ia kemudian angkat bicara untuk mencairkan suasana. “Hai Vanessa..
Kami turut senang kau sudah berhasil mendekati Samudra.”
Vanessa menarik sudut bibirnya
kecut, namun ia berusaha tersenyum seikhlas mungkin di depan Sea.
“Aku ingin memperingatkanmu terakhir
kali..” Kata Samudra. “Menjauhlah sebelum ia sempat menyakitimu.” Lanjutnya
dengan nada khawatir yang sangat jelas, namun berusaha ditutupinya menggunakan ekspresi
tidak peduli.
“Aku tidak mengerti apa yang kau
maksud, tapi yang jelas aku masih baik-baik saja sampai saat ini. Dan kurasa
tidak ada hal lain yang perlu dikhawatirkan.” Komentar Vanessa dengan nada
tidak suka.
Karena itulah... Karena itulah
aku sangat lega melihat kau masih baik-baik saja. Bisik Hiro dalam hati.
Percakapan mereka berakhir saat
Samudra datang, ia menatap Hiro sekilas dengan wajah tidak suka. Kemudian
mengajak Vanessa pergi dari sana.
“Gadis itu sangat tidak tahu
berterimakasih..” Umpat Hiro dengan wajah merah padam. “Aku yang berusaha keras
merubah penampilanya, tapi setelah berhasil menarik perhatian Samudra ia
mengacuhkanku begitu saja..”
Sea menautkan alisna dengan bibir
mengerucut. “Kau cemburu?”
“AKU? Pada mereka? Hahaha.. Itu
mustahil.” Elak Hiro.
“Semakin kau mengelaknya, semakin
tampak jelas bahwa kau memang cemburu.”
“Sudahku bilang aku tidak cemburu.”
Ucap Hiro bersikukuh, seraya menatap kepergian Vanessa dan Samudra dengan wajah
kesal.
Sea berpikir untuk beberapa saat
kemudian berseru. “Lihatlah, mereka tampak serasi sekali kan?.”
“Cihh... Serasi darimananya.”
Sea terkekeh, ia kemudian mengacak
rambut Hiro. “Kau memang cemburu Hiro.. Aku tidak akan melarangmu menyukai
seseorang, hanya saja jangan manusia. Hal itu akan menyebabkan masalah yang
besar.“
“Benarkah?” Tanya Hiro dengan wajah
kaget bercampur kecewa.
“Jadi kau benar-benar menyukai
Vanessa?”
Hiro langsung menggeleng kuat-kuat.
“Gadis itu sama sekali bukan typeku.”
“Tapi kau mendandaninya seperti type
gadis yang kau sukai.”
“Sudah kubilang aku tidak
menyukainya.” Protes Hiro dengan ekspresi mengeras.
“Kalau begitu cepat tanda tangani
surat perceraian dengannya!”
“Hah? Apa?” Respon Hiro tampak shok.
“Kenapa harus bercerai.”
Sea terkekeh. “Rupanya Hiro akan
menjadi pembohong saat ia sedang jatuh cinta.”
“Aishhh kau sangat menjengkelkan...”
Hiro melengos pergi dengan sikap salah tingkah, ia meninggalkan Sea yang masih
terkekeh di tempatnya.
* * *
Pada hari selanjutnya, Hiro sempat
terkejut saat Vanessa datang ke kelas. Ia menerka-nerka dengan tidak sabar apa
yang membawa gadis itu untuk menemuinya.
“Hari ini pulanglah ke rumah,
kakek-ku akan berkunjung” Ucap Sea datar. “Akan sangat aneh jika kau tidak
berada di rumah saat dia mengira kita masih baik-baik saja.”
“Bukankah kita memang baik-baik
saja.” Potong Hiro. “Tapi kau malah mengusirku.”
“Aku tidak mengusirmu.” Sanggah
Vanessa. “Kau yang memutuskannya sendiri.”
“Apapun itu.. Yang jelas kau yang
membuat aku memutuskan pergi dari rumah.”
“Berhentilah bersikap seperti anak
kecil! Dan tolong, pulanglah untuk hari ini saja. Kau masih terikat dengan perjanjian itu dan
tak boleh menghindarinya sesuka hatimu.”
“Baiklah, aku akan pulang.” Dengan
senang hati... Hiro melanjutkan dalam hati dengan senyum bahagia yang
berusaha ditahanya.
* * *
Pak Kedi datang pada jam makan
malam, ia membawa banyak sekali makanan lezat untuk dihabiskan bersama Hiro dan
Vanessa. Setelah selesai dengan urusan makan malam, mereka duduk lesehan
mengelilingi meja di ruang tamu dan mengobrol kesana kemari membahas berbagai
macam hal. Sementara Vanessa pergi ke dapur untuk menyimpan beberapa piring
kotor, Pak Kedi berbisik kepada Hiro.
“Kau adalah cucu mantu yang hebat,
Vanessa tidak pernah terlihat rapi selama ini.” Pak Kedi tertawa puas. “Tapi
sekarang dia tampak lebih memperhatikan penampilanya.
Hiro hanya mengangguk seraya
tersenyum kecil.
“Keputusanku menikahkan Vanessa
adalah pilihan yang tepat. Dan Vanessa beruntung sekali mendapatkanmu sebagai
suaminya.” Sambung Pak Kedi.
Hiro mengingat ulang pernikahan
dengan Vanessa, dan ia tidak lagi bergidik saat membayangkanya melainkan
mengakhiri ingatan itu dengan seulas senyum terlahir di sudut bibirnya. “Aku
yang sebenarnya beruntung bisa menikahi cucu kakek.”
Vanessa muncul tidak lama kemudian,
ia duduk di sebelah Hiro dengan posisi bersebrangan dengan kakeknya.
“Kakek senang sekali bisa
menghabiskan makan malam dengan kalian hari ini.” Seru Pak Kedi tampak bahagia.
“Kakek bisa saja makan malam dengan
kami setiap hari, tapi salah kakek sendiri kenapa selalu sibuk.” Ucap Vanessa
berakting kesal.
Pak Kedi mengangguk lemah. “Jika
bukan karena pekerjaan itu, kakek ingin sekali menghabiskan makan malam dengan
kalian setiap hari. Tapi ya sudah lah, lain kali kakek akan lebih sering datang
kemari.” Ujar Pak Kedi seraya menyandarkan punggungnya pada tumpuan sofa.
Hiro dan Vanessa tercengang saat
mendengarnya, kemudian saling memandang bingung satu sama lain.
“Tapi ngomong-ngomong, kapan kalian
akan memberi kakek seorang cicit?” Celetuk Pak Kedi membuat kedua orang di
hadapanya berjengit kaget.
“Apa yang kakek bicarakan, kami baru
saja menikah..” jawab Vanessa tampak gugup.
“Baru saja menikah?” Pak Kedi
mengulang dengan nada tidak percaya. “Jika di hitung dari tanggal pernihakah
kalian, seharusnya Vanessa sudah bisa hamil.”
Hiro menggaruk belakang kepalanya
yang tidak gatal, ia kesulitan menghadapi situsai seperti itu. Oleh karennya ia
memutuskan untuk diam saja dan memasrahkan semua penjelasan ke tangan Vanessa.
Namun Vanessa tampak sama bingungnya,
ia memainkan ujung kaos dengan ekspresi gelisah yang jelas. Suasana pun berubah
menjadi hening, sementara pak Kedi masih setia menunggu jawaban dari keduanya.
“Sebenarnya semua ini salahku..” Tak
lama kemudian suara Vanessa akhirnya memecah kesunyian itu. ”Aku bukan istri
yang baik untuk Hiro, aku tidak bisa memberikanya keturunan.”
Hiro melirik Vanessa dengan wajah
tidak mengerti, namun ia tetap mendengarkan penjelasan selanjutnya.
“Hiro sangat tidak beruntung
menikahiku... Selain buruk rupa, aku juga tidak bisa melayaninya dengan baik.”
Sambung Vanessa dengan menundukan wajahnya, Hiro menduga ia sedang akting
bersedih.
“Siapa yang berkata seperti itu
cucuku?” Tanya Pak Kedi seraya melotot ke arah Hiro.
“Ini sama sekali bukan kesalahan
Hiro, kek! Semua masalah berasal dariku, justru Hiro terlalu baik sehingga ia
tidak mengatakan apa-apa.” Ketus Vanessa mengangkat wajahnya yang sudah berurai
air mata. “Hiro terlalu baik sehingga ia tidak menceraikanku, ia kasihan
pada-ku kek.. Oleh karena itu, tolong biarkan aku melepaskan Hiro.”
Hiro tersentak kaget saat
mendengarnya, ia menatap Vanessa tak percaya.
“Laki-laki mana yang mau
berdampingan dengan gadis hitam, jelek, dan kumal sepertiku. Mereka pasti
menginginkan seorang gadis cantik berada di samping mereka. Karena Hiro terlalu
baik dan tidak mungkin tega mengatakanya, jadi biar aku saja yang mewakilinya.
Aku akan melepaskanya, tolong biarkan kami berpisah kek.”
“APA YANG KAU BICARAKAN?” Bentak
Hiro tak bisa menahan diri. Pak Kedi dan Vanessa sama-sama menatap ke arahnya..
“Bukan seperti itu... Aku...” Hiro kesulitan menjelaskan isi pikiranya
yang sedang kacau balau berperang melawan kata hatinya sendiri. “Aku.. Tidak
ingin... Tidak bisa...”
Kemudian ucapanya menggantung, Hiro beranjak dari duduknya dengan
pikiran berkecamuk.
“Ikutlah denganku, kita harus bicara.” Ucap Hiro pada akhirnya, ia
meraih tangan Vanessa dan menariknya ke dalam kamar.
“Apa maksudmu mengatakan semua itu pada kakek?” Tanya Hiro langsung
setelah ia membanting pintu kamar.
“Aku hanya sedang berusaha mempermudahmu..” Jawab Vanessa. “Kau
tidak ingin terikat denganku selamanya kan? Ini adalah waktu yang tepat untuk
mengakhiri semuanya.”
Hiro mengerang. “Mengapa tidak mendiskusikanya denganku lebih dulu?
Kau tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak.”
“Aku tidak perlu mendiskusikanya denganmu, bukankah pergi dariku
adalah keinginanmu sejak dulu? Apa lagi sekarang sudah ada Sea dan kau bebas
tinggal di rumahnya.”
“Tapi.. Aku...” Kata-kata Hiro terputus, pikiranya masih bersikukuh
melawan kata hatinya.
“Ayo akhiri sandiwara ini sekarang, sebelum semuanya semakin jauh.”
Ucap Vanessa seraya beranjak menuju pintu.
Hiro menahan bahu Vanessa sehingga langkah gadis itu berhenti. Vanessa
memberikan waktu untuk Hiro bicara, namun dia tak kunjung membuka suara.
Akhirnya Vanessa memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Hiro, namun hal itu
di cegah oleh tangan Hiro yang menahan bahu yang satunya lagi. Sehingga posisi
Vanessa adalah memunggungi Hiro dengan kedua tangan Hiro berada di bahunya,
menahan pundaknya.
“Jangan berbalik, aku tidak ingin kau melihatku.” Kata Hiro dengan
nada yang sangat rendah. “Aku...... Ingin tinggal di rumah ini, aku ingin tetap
bersamamu.”
Hening... Vanessa terdiam saat kata-kata itu sampai ke telinganya,
pergerakanya masih di kunci tangan Hiro sehingga ia tidak bisa melakukan
apa-apa.
“Aku tidak ingin kita berpisah.. Secepat ini.” Sambung Hiro. “Beri
aku waktu sedikit lagi untuk memahami perasaanku.”
Hiro menggigit bibir bawahnya, ia merasakan perutnya bergejolak.
Meskipun berusaha untuk tetap tenang, tapi di bawah sana lutut Hiro bergetar
hebat saat mengatakan hal tersebut. Dari sana Hiro menyadari bahwa ia sudah
tidak bisa mundur lagi, ia sudah terlanjur menyatakan semua perasaanya.
CEKLEK.... Seseorang mengunci pintu kamar dari luar, dan sudah di
pastikan bahwa itu adalah ulah Pak Kedi. Hiro terkejut dan menarik kedua
tanganya dari tangan Vanessa, dan mereka berdua sama-sama panik saat berlari ke
depan pintu lalu berusaha untuk membukanya.
“KAKEK... Jangan bercanda. Cepat buka pintunya!” Teriak Vanessa
seraya menggedor-gedor pintu.
“Kami sudah selesai dengan pembicaraan kami kek, sekarang kami akan
keluar menemuimu.” Sambung Hiro.
“PEMBICARAAN KALIAN MEMANG SELESAI, TAPI MASALAH KALIAN BELUM
SELESAI..” Sahut Pak Kedi dari luar. “KAKEK MEMBERIKAN KALIAN RUANG UNTUK
MENCARI JALAN KELUARNYA, PIKIRKAN DENGAN TENANG DAN MATANG-MATANG.”
“Kami benar-benar sudah mendapatkan jalan keluarnya kek, jadi
tolong buka pintunya.” Pinta Vanessa.
“KAKEK AKAN MEMBUKANYA BESOK, TAPI DENGAN SYARAT KALIAN TIDAK BOLEH
BERPISAH. KAKEK TIDAK INGIN LAGI MENDENGAR UCAPAN SALING MELEPASKAN DIANTARA
KALIAN..”
“TAPI KEK..” Teriak Vanessa tampak gelisah. “Kek, Vanessa janji
akan menuruti semua keinginan kakek asal buka dulu pintunya.”
Tidak ada sahutan lagi, tampaknya pak Kedi benar-benar pergi setelah
ia mengunci kamar dari luar. Hal itu terbukti saat terdengar nyala mobil di
halaman rumah, dan tak lama kemudian suaranya menjauh. Hiro tidak bereaksi
lagi, ia hanya mengangkat bahu lalu beranjak ke atas tempat tidur.
“Kakek sudah pergi, tidak ada gunanya berteriak.” Kata Hiro kepada
Vanessa yang masih mematung di depan pintu. Kemudian ia membaringkan tubuhnya
dengan tangan di simpan di belakang kepalanya sebagai bantal. “Dia tidak akan
mengunci kita selamanya, untuk sekarang kita istirahat saja.”
Vanessa tidak meresponya, ia masih bersender pada pintu yang
terkunci rapat itu dengan wajah memelas.
Hiro kemudian mengubah posisi tidurnya menghadap kedinding,
memunggungi area tempat tidur yang masih kosong. “Aku berjanji tidak akan
mengganggumu, lagi pula aku sudah ngantuk.” Hiro mencoba memejamkan matanya,
namun ia bohong saat mengatakan sudah mengantuk. Hal itu hanya alasan untuk
menutupi rasa gugupnya, jujur saja ia masih tidak siap menghadapi Vanessa
setelah mengatakan keinginannya.
Tak lama kemudian akhirnya Vanessa naik ke tempat tidur, seketika
jantung Hiro berdetak hebat. Ia merasakan sensasi aneh mengaduk-aduk perutnya,
meskipun tidak bisa melihatnya tapi Hiro sudah senang dengan keberadaan Vanessa
di sisinya.
Menjelang pertengahan malam Hiro masih kesulitan untuk terlelap, ia
masih memunggungi Vanessa meski ia yakin bahwa gadis itu sudah lama tertidur.
Tak lama kemudian Hiro mengubah posisi tidurnya dengan sangat hati-hati, dan
akhirnya ia bisa tidur saling berhadapan dengan Vanessa. Gelisahnya berkurang
saat melihat wajah polos gadis itu nyenyak dalam tidurnya, namun debar di
jantungnya tak kunjung berhenti. Ia menatap
Vanessa dalam-dalam, mengamati tiap inci wajahnya dengan seksama.
“Mungkin aku memang menyukaimu...” Gumam Hiro, ia tersenyum kecil
saat menyelipkan helai rambut Vanessa ke belakang telinganya dengan lembut.
Lalu kembali memandangi wajah itu dengan segenap hatinya.
* * *
Ke-esokan harinya, seseorang membuka
pintu kamar untuk mereka. Namun bukan Pak Kedi orangnya, ia menyuruh orang lain
karena terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Vanessa dan Hiro pun segera
bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Saat itu Hiro tidak berhenti tersenyum,
kentara sekali bahwa ia sangat senang dapat kembali berangkat ke kampus bersama
Vanessa.
Hiro semakin senang saat Sea tidak
muncul untuk menjemputnya, ia rindu berangkat dengan Vanessa meggunakan angkot.
Namun saat sampai di kampus, rasa senangnya langsung patah oleh kehadiran
Samudra yang menunggu di dekat gerbang kampus. Kebiasaan lama sudah berubah,
kali ini bukan lagi Vanessa yang berlari mengejar Samudra namun sebaliknya.
Hiro tahu bahwa Vanessa sangat menyukai Samudra, ia mengakui
kesakitanya atas kenyataan tersebut. Namun Samudra adalah seorang vampir yang
bisa menyakiti Vanessa kapan saja, oleh karena itu Hiro tidak boleh menyerah
untuk menjauhkan gadis itu dari Samudra.
Namun kala itu Hiro masih tidak berani menghadapi Samudra secara
langsung, ia benar-benar harus hati-hati saat berhadapan denganya. Akhirnya
Hiro membiarkan Vanessa pergi untuk sementara waktu, dan dia bertekad pada
dirinya sendiri agar suatu saat mampu bertindak bagaimana pun caranya.
* * *
“Hari ini adalah hari eksekusi.” Kata
Samudra dengan suara rendah, berbisik pada Vanessa yang sedang berjalan di
sebelahnya. “Aku tidak pernah tahu siapa calon korbanya.”
“Aku mohon jangan Gisel, Yesi
ataupun Hani.. Kau tahu sendiri aku sangat menyayangi mereka.” Pinta Vanessa
dengan gelisah.
“Aku tahu, untuk itu kau harus
menjaga mereka. Diamlah di kelas saat jam 12 siang, jangan sampai jauh dari
mereka. Aku pun aku membantu semampuku, semoga saja korban kali ini bukan salah
satu dari mereka.”
“Aku mengerti.. Terimakasih Sam.”
Ucap Vanessa, ia tersenyum lega dan melihat Samudra dengan tatapan bersyukur.
Samudra balasa tersenyum, ia senang
bisa membantu Vanessa. Dan akan semakin senang jika bisa menolong dia dan
teman-temannya.
* * *
Hiro mengusir rasa bosan-nya dengan
pergi ke kantin, hari itu Mario tidak masuk kelas sehingga ia benar-benar
merasa sendirian. Sea juga tidak kunjung muncul, padahal gadis itu senantiasa
menempel di dekatnya. Untuk beberapa saat ia ingin mengunjungi kelas Vanessa,
tapi segera urung saat terbayang wajah Gisel dan Yesi. Mereka selalu membuat
keributan jika Hiro muncul diantara mereka.
Ketika memesan semangkuk bakso,
tiba-tiba saja angin kencang menimpa isi kantin. Tak lama kemudian terdengar
suara mendengung yang memekakan telinga, di susul bunyi seperti lolongan
kereta. Hiro langsung tersentak dan segera waspada mengamati sekitarnya.
Pembunuhan yang terlupakan.. Seketika
hatinya di landa kepanikan, ia trauma menghadapi pembunuhan yang terlupakan, ia
takut insiden itu akan merenggut orang terdekatnya lagi. Hiro memikirkan
Vanessa dengan cepat dan detik selanjutnya melesat pergi menuju Fakultas
Kesenian. Cukup Sugeng, ia tidak akan berdiam diri lagi, Hiro bertekad untuk
menyelamatkan Vanessa apa pun resikonya. Meskipun itu berarti ia harus
berhadapan dengan Samudra secara langsung.
Saat Hiro berlari ia tidak
memikirkan apa-apa lagi selain Vanessa, dan dengan kecepatannya Hiro sampai ke
gedung Kesenian sebelum kabut dari langit mulai turun. Samar-samar ia melihat
Vanessa keluar dari kelas dan pergi ke arah yang berlawanan denganya, tanpa pikir
panjang Hiro mengikutinya. Ia tidak boleh jauh dari gadis itu agar dapat
melindunginya.
“VANESSA.....” Teriaknya saat tiba
di belokan gedung. Namun detik itu juga Hiro menghentikan langkahnya, tanpa
sengaja ia melihat Vanessa berubah menjadi orang lain lalu menghilang. Seperti
tersambar petir Hiro dibuat tak berdaya saat menyaksikan hal itu, kakinya
terasa lemas seakan tak mampu lagi berpijak dibumi.
Hiro merasakan hatinya terkoyak oleh
kenyataan yang barusan terjadi di depan matanya. Rasanya ia ingin berteriak
sejadinya, menangis sejadinya, dan mengamuk sejadinya.
* * *
TBC