Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Weekly post

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BLACK FAIRY (Fantasy) CHAPTER 11




ANOTHER FELL
            Matahari berangsur turun ke peraduanya, membiarkan mantel hitam sang malam menyelimuti langit. Tiupan angin memberikan sensasi dingin yang menusuk tulang, kala itu Vanessa melangkah keluar dari angkot kemudian berjalan memasuki perumahan yang saat itu agak ramai oleh pedagang di sekitar pembatas. Sepanjang jalan itu ia memikirkan Hiro, lelaki yang tadi di carinya ke semua sudut kampus. Vanessa merasa heran karena tidak biasanya Hiro pergi tanpa memberitahunya lebih dulu.
            Vanessa melihat rumahnya dalam keadaan gelap, ia berpikir Hiro mungkin belum pulang ke rumah. Namun ia kaget saat mendapati pintu rumahnya tidak terkunci.
            “Hiro..” Panggil Vanessa saat ia mulai memasuki rumah.
            Namun tidak ada sahutan sama sekali. Vanessa pun mencoba meraih saklar lampu dan menyalakanya. Seketika ruangan mungil itu terang benderang bermandikan cahaya.
            “AAAAAA” Vanessa menjerit dan menjatuhkan tasnya. Ia kaget bukan main saat menemukan sosok Hiro dengan tatapan kosong duduk dengan menyandarkan punggungnya diatas sofa.
            “Kau sengaja membuatku jantungan hah?” Gerutu Vanessa yang menunduk untuk memungut tasnya kembali. “Kenapa kau tidak bicara apa-apa saat aku masuk tadi?”
            Hiro tidak menggubris perkataan Vanessa, namun perlahan tatapan kosongnya beralih ke arah gadis itu. Detik selanjutnya ia merasakan tubuhnya menggigil dan wajahnya pucat pasi.
            Vanessa mengerutkan dahinya saat melihat sikap aneh Hiro. “Mengapa kau melihatku dengan pandangan seperti itu? Memangnya aku hantu..” Celetuknya.
            Vanessa menantikan ucapan Hiro untuk menimpali perkataanya, namun Hiro tetap diam saja untuk waktu yang lama. Hal itu membuat Vanessa memutar bola dan berujar. “Hari ini kau benar-benar aneh..”
            Tanpa pikir panjang Vanessa mengambil langkah menuju kamarnya, namun baru sampai seperempat perjalanan suara Hiro terdengar memecah kesunyian.
            “Vanessa....”
            Panggilan itu refleks membuat Vanessa membalikan tubuhnya ke arah Hiro. “Ada apa?”
            “Bisakah, hari ini kau ikut denganku?” Tanya Hiro dengan nada yang sangat rendah. Kala itu ia memang bicara pada Vanessa, namun sorot matanya tidak berani menatap langsung ke retina gadis itu.
            “Tergantung kemana kau akan membawaku.” Timpal Vanessa singkat.
            “Nanti kau juga akan tau..”
            “Sekarang?”
            Hiro mengangguk dalam beberapa kali.
*          *          *
            Hiro menghentikan taxi, lalu mempersilahkan Vanessa masuk dengan gerakan kaku.
            Vanessa merasakan perubahan pada diri Hiro, biasanya lelaki itu cerewet dan tidak suka memilah kata-kata yang akan dilontarkanya. Namun kali ini Hiro nampak luar biasa hati-hati dan menjaga sikapnya dengan baik, selebihnya ia diam seperti patung.
            “Apakah terjadi sesuatu denganmu hari ini?” Tanya Vanessa terheran-heran.
            Hiro yang duduk di sebelahnya menjawab dengan menggelengkan kepala beberapa kali.
            Vanessa mendengus kesal lalu memalingkah wajah ke luar jendela.
            20 menit perjalanan akhirnya mereka tiba salah satu perumahan elit di Tasikmalaya. Vanessa mengikuti Hiro turun dari taxi, setelah itu mengekori lelaki itu menuju salah satu rumah yang ada disana. Lagi-lagi Hiro tak bicara, bahkan untuk sekedar menatap mata Vanessa dia tak mau melakukanya.
            “Kau tidak menjawab pertanyaanku sejak tadi.. Kali ini bisakah kau menjawabnya?” Tanya Vanessa dengan nada menggerutu. “Sebenarnya kita akan kemana? Untuk apa?”
            Hiro menghentikan langkahnya, otomatis langkah Vanessa juga berhenti.Gadis itu melihat punggung Hiro yang terangkat disusul helaan nafas yang panjang dan terkesan.... Sesak.
            “Ke rumah Sea.. Kita akan ke rumah Sea.” Suara Hiro bergetar saat mengatakanya.
            Mata Vanessa membulat sempurna, dan mendadak kakinya terasa lemas, tidak.. tapi seluruh tubuhnya terasa lemas. “Ke.. Kenapa? Kenapa kita kesini?”
            Ia tidak mendapatkan jawaban dari Hiro untuk keskian kalinya. Hatinya bergemuruh panik, bingung, pikiranya tak menentu, segala sesuatu yang ada pada dirinya kacau. Dan pada akhirnya ia membayangkan sesuatu yang paling tidak ia inginkan. Tangan Vanessa refleks terangkat menarik ujung kaos hitam yang dikenakan Hiro, ia menahanya dengan kuat agar lelaki itu tak meneruskan langkahnya.
            Hiro merasakan ujung kaosnya di tarik, meski begitu ia tidak bereaksi apa-apa. Bibirnya terkatup rapat, wajahnya kaku dan tatapanya kosong tanpa makna.
            “Apa.. Apa aku melakukan kesalahan?” Ujar Vanessa, terdengar menyesal. “Apa aku melakukan kesalahan yang membuatmu marah?” Tanyanya lagi dengan lemah.
            Hiro tetap diam saja.
            “Kau bisa membentaku kalau begitu.. Kau boleh melakukan apa saja..” Suara Vanessa terputus, lalu detik berikutnya kata-katanya berlanjut. “Asal jangan lakukan ini.”
            Kali ini mata Hiro fokus pada pintu yang hanya berkisar 2 meter lagi dari hadapanya. Mobil chevrolet tua yang terparkir di halaman rumah menandakan bahwa saudara-saudaranya mungkin sudah disana. Tinggal sedikit lagi, ia hanya perlu membawa Vanessa ke dalam rumah kemudian melupakan segala sesuatu yang pernah terjadi.
            Hiro memantapkan dirinya untuk melangkah menempuh jarak menuju pintu di hadapanya. Tangan Vanessa yang berada di ujung kaosnya lepas, gadis itu tertinggal di belakang. Hiro menahan diri untuk tidak berbalik, ia hanya perlu masuk ke rumah itu sesegera mungkin.
            Tepat ketika tanganya terangkat untuk meraih bel, seseorang merengkuhnya dari belakang. Hiro terkejut bukan main meski ia tau bahwa orang itu adalah Vanessa.
“Diam dan jangan berbalik! Aku tidak ingin kau melihatku.” Kata Vanessa dengan nada yang sangat rendah.
Hening.. Hiro terdiam seakan terhipnotis untuk tidak mendengarkan apa pun lagi kecuali suara Vanessa, ia tak bisa memikirkan hal lain lagi selain gadis yang merengkuh punggungnya itu.
“Bisakah kau tidak pergi? Aku tidak ingin kita berpisah.. Secepat ini.” Sambung Vanessa. “Beri aku waktu sedikit lagi untuk memahami perasaanku.”
            Ekspresi Hiro melunak, hatinya luluh oleh kata-kata yang pernah di ucapkanya sama persis. Ia mengerti perasaan itu, ia tahu bagaimana sulitnya mengatakan kata-kata itu.
            Perlahan Hiro berbalik, ia memutar tubuhnya dengan semua dunianya tertuju untuk Vanessa. Dia merasakanya juga... Soraknya dalam hati. Kemudian ia menatap gadis itu dalam-dalam dengan mata berkaca-kaca. Dan entah kenapa hatinya hancur berkeping-keping saat melihat pipi gadi itu basah dengan air mata menganak sungai dari kelopak matanya, rasanya lebih sakit dari pada melihat Vanessa dengan Samudra.
            “Ohhh.... Apa yang kulakukan padamu.” Ujar Hiro panik dan marah pada dirinya sendiri, buru-buru ia menghapus air mata Vanessa dan memeluknya erat untuk menenangkan gadis itu.
“Maaf... Maaf Vanessa..” Ia terus menggumamkan permintaan maaf seraya mengelus pundak Vanessa dengan perasaan yang jauh lebih dalam. “Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan pernah.”
Maaf saudaraku.. Tapi aku menyukainya.
*          *          *
            “SELAMAT PAGI TUAN PEMALAS.. BANGUN DAN MANDILAH, AKU AKAN MEMBUATKANMU SARAPAN.”
            Hiro langsung terperanjat kaget mendengar teriakan itu. “Membuatkanmu sarapan?” Hiro mengulang kata-kata Vanessa lalu menggerutu tak percaya. “Apa dia sudah gila? YAKKK JANGAN MEMBUATKANKU SARAPAN JIKA KAU INGIN MENARUH RACUN DI ATASNYA!”
            Saat Hiro menggeliat dan menyadari bahwa ia sedang berada di tempat tidur yang sangat nyaman, saat itulah ia mengingat semuanya. Hiro memijit pelipisnya dengan bibir mengukir senyuman bahagia.
            “Racun apa maksudmu?” Vanessa memunculkan kepalanya dari arah pintu dengan bibir cemberut. Ia terlihat lebih rapih, dan yang membuat Hiro terpesona adalah rambut Vanessa. Rambutnya bukan lagi ikal gimbal yang selalu membuatnya mual, melainkan rambut lurus yang di tata sedemikian rupa.
            “Lihat saja.. Kau pasti akan ketagihan makan masakanku.” Vanessa menjulurkan lidahnya lalu menghilang kembali.
            Hiro tertawa.” Dia manis sekaliiii.”
            Namun tak lama kemudian tawa itu berhenti dan senyum merekah di wajahnya perlahan menghilang, ekspresi wajahnya berubah ketakutan dan panik. Ia melihat ke arah lemari Vanessa dan meja riasnya yang mulai di isi beberapa alat make up.
*          *          *
            “Apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Vanessa terkejut saat mendapati Hiro mengobrak-abrik lemarinya.
            “Kau jangan memakai baju seperti ini lagi, sudah tidak cocok.” Jawab Hiro tanpa menoleh, ia fokus mengeluarkan baju dari lemari.
            Vanessa tampak bingung. “Tapi baju-baju itu kau sendiri yang memilihkanya.”
            Hiro menggigit bibir bawahnya gelisah, lalu ia menjawab singkat. “Seleraku berubah.”
            “Lalu aku harus memakai apa?”
            “Pakai saja baju-bajumu yang dulu, itu lebih cocok.”
            Vanessa mengerutkan keningnya. “Kau ini benar-benar tidak konsisten.”
            Hiro menghela nafas setelah selesai dengan urusan baju, saat menoleh ia kembali tampak gelisah saat mengamati rambut Vanessa.
            “Dan ini..” Hiro membelai rambut lurus Vanessa yang tidak biasa. “Aku ingin kau merubahnya ke gaya yang dulu.”
            Vanessa berdecak, ia memasang tampang tak mengerti. “Dulu kau bilang rambut gimbalku selalu membuatmu mual.”
            “Aku menyukai rambut lurus ini, tapi aku tidak ingin orang lain melihatnya. Aku ingin, hanya aku saja yang tahu bahwa kau ini sebenarnya cantiiiik sekali.” Gumam Hiro.
            Vanessa menarik sudut bibirnya tersipu. “Harusnya kau sadar dari dulu bahwa aku ini sebenarnya cantik.”
            Hiro mengangguk. “Aku yang bodoh.” Dan aku ingin tetap bodoh seperti ini. Lanjut kata hati Hiro yang tidak bisa ia ungkapkan secara langsung di hadapan Vanessa.
*          *          *
            Untuk kesekian kalinya Vanessa menjadi pusat perhatian, banyak yang mencibir penampilan kumalnya saat memasuki gerbang kampus. Vanessa mengerucutkan bibirnya, ia menyalahkan penampilanya yang di buat semakin kumal dari sebelumnya, dan itu adalah ulah Hiro.
            “Kau sengaja melakukan ini padaku agar aku lebih di ejek lagi, benarkan?” Ucap Vanessa kesal.
            “Memangnya siapa yang berani mengejekmu?  Biar aku yang menghadapinya.”
            “Memangnya kau tidak sadar? Semua orang sedang menertawaiku sekarang. Ishhh..” Gerutu Vanessa.
            “Benarkah? Kalau begitu pria ganteng ini harus menyelamatkan reputasimu.” Hiro kemudian meraih tangan Vanessa dan menggenggam jemarinya kuat-kuat.
            Vanessa menatapnya tak mengerti, namun Hiro hanya melempar senyum penuh arti. Senyum yang mampu melelehkan hati siapa saja.
            “Jika seseorang sepertiku berada di sampingmu, setidaknya kau akan tidak terlihat menyedihkan lagi.” Kata Hiro. “Ayo kita jalan, bersama-sama.”
            Vanessa tersenyum menatap tanganya berada dalam genggaman Hiro, Ia merasa semakin jatuh cinta pada lelaki itu.
            Tidak jauh dari gerbang kampus, tiba-tiba saja terlihat Pery dan Vigo yang entah muncul dari mana. Menyadari kehadiran mereka refleks membuat Hiro maju dan bertindak sebagai tameng pelindung Vanessa.
            “Ada apa ini?” Tanya Vanessa terkejut. “Mereka kan hanya keluargamu.”
            Hiro tersadar kemudian mendengus kesal, ia kemudian berbalik sehingga berhadapan dengan Vanessa. “Kau pergilah duluan.”
            “Tapi setidaknya aku harus menyapa keluargamu.”
            “Biar aku saja yang menyampaikanya. Aku mohon menurutlah padaku.” Pinta Hiro.
            “Kau ada masalah?”
            Hiro berharap ia menggelengkan kepalanya dan bertindak seakan semuanya baik-baik saja, namun ia tidak bisa melakukanya.
            “Aku akan pergi asal kau mau menceritakan masalahmu.”
            Hiro mengangguk lemah. “Jadi cepatlah pergi.”
            Tanpa menunggu jeda lebih lama Vanessa melangkah pergi. Hiro mengumpulkan segenap keberaniannya sebelum akhirnya ia siap untuk menghadapi saudara-saudaranya.
            “SEBENARNYA APA MAUMU HIRO??” Hiro di sambut tatapan garang Pery dan suara menggelegar seperti naga. “UNTUK KESEKIAN KALINYA KAU MEMPERMAINKAN KAMI.”
            Hiro menundukan kepalanya. “Aku minta maaf..”
            “Jujur aku juga kecewa.” Kali ini Vigo yang angkat bicara. “Dengan seenaknya kamu meminta kami datang, tapi kau sendiri tidak menjelaskan apa-apa pada kami.”
            Hiro semakin menundukan kepalanya. “Aku minta maaf..”
            “BUKAN KALIMAT ITU YANG INGIN KAMI DENGAR!!” Sentak Pery, nada bicaranya tetap tinggi. “Kami ingin mendengar penjelasanmu mengapa kau tidak datang ke rumah Sea tadi malam? Mengapa kau tidak membawa makhluk itu kepada kami seperti yang kamu janjikan?”
            “Aku minta maaf.. Aku keliru, aku membuat kesalahan lagi.”
            Pery berdecak sementara Vigo menghela nafas panjang yang tersirat rasa kesal.
            “Kami sudah muak denganmu Hiro.. Kami tidak akan mengunjungimu lagi, kami tidak akan membantumu lagi. Urus saja urusanmu sendiri..” Dengan rahang terkatup rapat dan wajah yang memerah menahan emosi, Pery mengeluarkan kata-kata itu.
“Tinggalah disini sampai kau benar-benar menjadi manusia, karena sampai kapan pun kau tidak akan pernah menemukan Black Fairy.” Timpal Vigo, ia nampak kecewa juga.
Hiro tidak berani mengangkat kepalanya, ia tidak berani membalas tatapan kedua saudaranya. Ini adalah jalan yang di pilihnya, Hiro sadar betul bahwa setiap keputusan menimbulkan konsekuensi. Dan ia siap untuk menerima semua konsekuensi untuk keputusan yang telah diambilnya.
Pery dan Vigo sudah menghilang saat Hiro mengangkat kepalanya beberapa detik kemudian. Ia berdiri kaku di tempat itu dalam waktu yang cukup lama, menatap kosong tempat berdirinya Vigo dan Pery barusan, merasakan kehampaan dan rasa bersalah menyerang hatinya.
Maafkan aku, tapi aku sudah memilih untuk melindunginya.
*          *          *
            Ketika menuju ruang kelasnya, Hiro berpapasan dengan Sea. Gadis itu memasang wajah garang dan juteknya.
            “Aku tidak mau lagi menjadi pendampingmu lagi di dunia manusia.” Hardiknya tepat ketika Hiro datang.
            Hiro mengangguk lemah. “Maafkan aku..”
            “Apa yang kau lakukan kemarin itu hanya bercanda saja? Berpura-pura ketakutan seolah-oleh telah menemukan Black Fairy.” Sinisnya. “Jujur saja kemarin aku sangat mempercayaimu, dengan semangat aku menghubungi keluargamu untuk datang ke rumah sesuai dengan permintaanmu. Namun untuk kesekian kalinya kau telah mempermainkan kami.”
            Hiro hanya mengangguk-angguk lemah dengan tampang penuh dosa, seperti anak kecil yang pasrah di ceramahi ibunya.
            “Aku minta maaf, aku janji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Hiro lemah.
            Sea mendelik tajam, menatap Hiro dengan pandangan tidak suka. Ia mengambil langkah lebar dan meninggalkan Hiro.
*          *          *
            Hiro menggerakan tanganya ke arah Vanessa dengan isyarat ‘cepat datang kesini’. Vanessa yang menyadari kehadiran Hiro segera meninggalkan kelasnya dengan buru-buru.
            “Ayo kita pulang sebelum teman-temanmu kesini.” Hiro mengulurkan tanganya.
            Vanessa menerima uluran tangan itu, ia mengapitkan jemarinya ke dalam genggaman Hiro. “Ayo.. Aku juga malas jika mereka sudah meributkanmu.”
            Hiro mengambil langkah seribu dengan kaki panjangnya, ia menuntun Vanessa yang ada di belakangnya. Benar saja, tidak lama kemudian Gisel dan Yesi mengoceh heboh dengan berteriak-teriak memanggil nama Hiro.
            “Untungnya kita segera melarikan diri.” Vanessa tertawa, sesekali dia menoleh ke belakang dengan wajah puas sekaligus merasa bersalah.
*          *          *
            Setelah turun dari angkot, Vanessa dan Hiro berjalan dengan santai menuju rumah mereka.
            “Tadi aku melihat Sea di kampus, wajahnya tidak bersahabat. Apa itu berhubungan dengan kejadian semalam?” Tanya Sea.
            Hiro tergagap dan kebingungan. “Hah? Aku juga tidak tahu.”
            “Kau membuatnya marah?” Tanya Vanesa hati-hati. “Apa ada yang bisa kulakukan untuk membantumu?”
            Hiro menggeleng lemah, ia merasa sungguh berat karena masalah itu memang melibatkan Vanessa. “Kau tidak perlu memikirkanya, ini adalah masalahku.”
            Vanessa mengangguk paham, ia memilih untuk tidak memaksa Hiro dan menyudahi rasa penasaranya. “Tapi jika hal itu terlalu sulit untukmu, kau bisa menceritakanya padaku.”
            “Tentu..” Ujar Hiro. “Eh ngomong-ngomong hari ini aku tidak melihat Samudra, biasanya kan dia selalu menempel di dekatmu.”
            Vanessa menarik sudut bibirnya saat menangkap nada tidak suka di akhir kalimat Hiro. “Aku juga tidak tahu, biasanya dia juga mucul di gerbang setiap paginya. Tapi hari ini aku tidak melihatnya.”
            “Mengingat Samudra di depan gerbang, aku jadi ingat kebiasaanmu. SAMUDRA... AAAA... TUNGGGU AKU!!! Aku akan mengawalmu ke gedung fakultas Pertanian.” Katanya meniru suara Vanessa khas dengan gayanya. “Menyebalkan sekali.”
            Vanessa tertawa melihat Hiro menggerutu. “Aku janji tidak akan melakukanya lagi.”
            “Bagaimana perasaanmu pada Samudra saat ini?”
            “Masih seperti sebelumya..”
            Hiro mendelik tajam.
            “Aku tidak memiliki perasaan apa pun.” Lanjut Vanessa, akhirnya membuat Hiro menghela nafas lega.
            “Aku pikir kau sangat menyukainya.”
            “Aku hanya mengidolakannya.” Vanessa memberi kejelasan.
            Hiro kembali mendelik tajam, kali ini seraya mempercepat langkahnya dengan ekspresi kesal.
            “Hei tunggu aku..” Vanessa tergopoh mengimbangi langkah Hiro. “Mungkin Samudra memang idolaku, tapi aku hanya menyukai satu orang. Dan orang itu bukan dia.”
            “Siapa?” Tanya Hiro.
            Vanessa terdiam, pipinya merona dan binar matanya lekat menatap Hiro.
            “Apakah aku harus mengatakannya lebih dulu?”
            Hiro mengerenyit. “Maksudmu?”
            Vanessa memutar bola matanya. “Harusnya kau tidak membiarkan wanita menyatakan duluan. Aku menyukaimu, bodoh!”
            Hiro membelalakan mata tak percaya, detik berikutnya ia merasa jutaan kupu-kupu berhamburan di dalam perutnya. Sensasi aneh ini membuatnya lupa berijak, bahkan memudarkan pengelihatanya. Yang ada di matanya tidak ada objek lain kecuali sosok Vanessa yang berdiri malu-malu di hadapanya.
            Hanya ada keheningan untuk sesaat, sampai akhinya Hiro mempersempit jarak diantara mereka dengan langkah lebar. Ia menarik tangan Vanessa sehingga gadis itu jatuh di pelukanya. Saat itu di pikiranya hanya tentang Vanessa, bagaimana caranya agar bisa melindungi dan membahagiakan gadis itu.
·         *          *          *
Next chapter: Dibalik menghilangnya Samudra, ternyata ada suatu hal  yang sedang ia rencanakan. Selain itu, Nepton mencari cara lain untuk menemukan Black Fairy seiring persainganya dengan bangsa Vampir untuk menemukan Black Fairy yaitu dengan mengirim Gellar si ahli aura ke dunia manusia.
Dan bagaimana cara Hiro melindungi Vanessa dari keluarganya yang semakin berambisi menemukan Black Fairy?
·         *          *          *
Akhirnya, maaf kepada readers Black Fairy yang udah aku gantung ceritanya selama berbulan-bulan. Entah kalian masih ingat serial ini atau tidak, tapi aku harap cerita Hiro dan sang Black Fairy tetap di sukai pembacaanya. Kalau cerita ini berlanjut aku ingin memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada 4 orang pembaca pertamaku, April, Eva, Resa dan Teh Fildzah. Akan ku pakai nama kalian untuk ke-empat Black Fairy, tokoh inti pada serial ini. Semoga kalian akan menyukainya.
Terimakasih atas dukungan kalian semua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS