BLACK FAIRY (Fantasy) CHAPTER 11
05.32 |
ANOTHER FELL
Matahari
berangsur turun ke peraduanya, membiarkan mantel hitam sang malam menyelimuti
langit. Tiupan angin memberikan sensasi dingin yang menusuk tulang, kala itu
Vanessa melangkah keluar dari angkot kemudian berjalan memasuki perumahan yang
saat itu agak ramai oleh pedagang di sekitar pembatas. Sepanjang jalan itu ia
memikirkan Hiro, lelaki yang tadi di carinya ke semua sudut kampus. Vanessa
merasa heran karena tidak biasanya Hiro pergi tanpa memberitahunya lebih dulu.
Vanessa
melihat rumahnya dalam keadaan gelap, ia berpikir Hiro mungkin belum pulang ke
rumah. Namun ia kaget saat mendapati pintu rumahnya tidak terkunci.
“Hiro..”
Panggil Vanessa saat ia mulai memasuki rumah.
Namun
tidak ada sahutan sama sekali. Vanessa pun mencoba meraih saklar lampu dan
menyalakanya. Seketika ruangan mungil itu terang benderang bermandikan cahaya.
“AAAAAA”
Vanessa menjerit dan menjatuhkan tasnya. Ia kaget bukan main saat menemukan
sosok Hiro dengan tatapan kosong duduk dengan menyandarkan punggungnya diatas
sofa.
“Kau
sengaja membuatku jantungan hah?” Gerutu Vanessa yang menunduk untuk memungut
tasnya kembali. “Kenapa kau tidak bicara apa-apa saat aku masuk tadi?”
Hiro
tidak menggubris perkataan Vanessa, namun perlahan tatapan kosongnya beralih ke
arah gadis itu. Detik selanjutnya ia merasakan tubuhnya menggigil dan wajahnya
pucat pasi.
Vanessa
mengerutkan dahinya saat melihat sikap aneh Hiro. “Mengapa kau melihatku dengan
pandangan seperti itu? Memangnya aku hantu..” Celetuknya.
Vanessa
menantikan ucapan Hiro untuk menimpali perkataanya, namun Hiro tetap diam saja
untuk waktu yang lama. Hal itu membuat Vanessa memutar bola dan berujar. “Hari
ini kau benar-benar aneh..”
Tanpa
pikir panjang Vanessa mengambil langkah menuju kamarnya, namun baru sampai
seperempat perjalanan suara Hiro terdengar memecah kesunyian.
“Vanessa....”
Panggilan
itu refleks membuat Vanessa membalikan tubuhnya ke arah Hiro. “Ada apa?”
“Bisakah,
hari ini kau ikut denganku?” Tanya Hiro dengan nada yang sangat rendah. Kala
itu ia memang bicara pada Vanessa, namun sorot matanya tidak berani menatap
langsung ke retina gadis itu.
“Tergantung
kemana kau akan membawaku.” Timpal Vanessa singkat.
“Nanti
kau juga akan tau..”
“Sekarang?”
Hiro
mengangguk dalam beberapa kali.
* * *
Hiro
menghentikan taxi, lalu mempersilahkan Vanessa masuk dengan gerakan kaku.
Vanessa
merasakan perubahan pada diri Hiro, biasanya lelaki itu cerewet dan tidak suka
memilah kata-kata yang akan dilontarkanya. Namun kali ini Hiro nampak luar
biasa hati-hati dan menjaga sikapnya dengan baik, selebihnya ia diam seperti
patung.
“Apakah
terjadi sesuatu denganmu hari ini?” Tanya Vanessa terheran-heran.
Hiro
yang duduk di sebelahnya menjawab dengan menggelengkan kepala beberapa kali.
Vanessa
mendengus kesal lalu memalingkah wajah ke luar jendela.
20
menit perjalanan akhirnya mereka tiba salah satu perumahan elit di Tasikmalaya.
Vanessa mengikuti Hiro turun dari taxi, setelah itu mengekori lelaki itu menuju
salah satu rumah yang ada disana. Lagi-lagi Hiro tak bicara, bahkan untuk
sekedar menatap mata Vanessa dia tak mau melakukanya.
“Kau
tidak menjawab pertanyaanku sejak tadi.. Kali ini bisakah kau menjawabnya?”
Tanya Vanessa dengan nada menggerutu. “Sebenarnya kita akan kemana? Untuk apa?”
Hiro
menghentikan langkahnya, otomatis langkah Vanessa juga berhenti.Gadis itu
melihat punggung Hiro yang terangkat disusul helaan nafas yang panjang dan
terkesan.... Sesak.
“Ke
rumah Sea.. Kita akan ke rumah Sea.” Suara Hiro bergetar saat mengatakanya.
Mata
Vanessa membulat sempurna, dan mendadak kakinya terasa lemas, tidak.. tapi
seluruh tubuhnya terasa lemas. “Ke.. Kenapa? Kenapa kita kesini?”
Ia
tidak mendapatkan jawaban dari Hiro untuk keskian kalinya. Hatinya bergemuruh
panik, bingung, pikiranya tak menentu, segala sesuatu yang ada pada dirinya
kacau. Dan pada akhirnya ia membayangkan sesuatu yang paling tidak ia inginkan.
Tangan Vanessa refleks terangkat menarik ujung kaos hitam yang dikenakan Hiro,
ia menahanya dengan kuat agar lelaki itu tak meneruskan langkahnya.
Hiro
merasakan ujung kaosnya di tarik, meski begitu ia tidak bereaksi apa-apa.
Bibirnya terkatup rapat, wajahnya kaku dan tatapanya kosong tanpa makna.
“Apa..
Apa aku melakukan kesalahan?” Ujar Vanessa, terdengar menyesal. “Apa aku
melakukan kesalahan yang membuatmu marah?” Tanyanya lagi dengan lemah.
Hiro
tetap diam saja.
“Kau
bisa membentaku kalau begitu.. Kau boleh melakukan apa saja..” Suara Vanessa
terputus, lalu detik berikutnya kata-katanya berlanjut. “Asal jangan lakukan
ini.”
Kali
ini mata Hiro fokus pada pintu yang hanya berkisar 2 meter lagi dari hadapanya.
Mobil chevrolet tua yang terparkir di halaman rumah menandakan bahwa
saudara-saudaranya mungkin sudah disana. Tinggal sedikit lagi, ia hanya perlu
membawa Vanessa ke dalam rumah kemudian melupakan segala sesuatu yang pernah
terjadi.
Hiro
memantapkan dirinya untuk melangkah menempuh jarak menuju pintu di hadapanya.
Tangan Vanessa yang berada di ujung kaosnya lepas, gadis itu tertinggal di
belakang. Hiro menahan diri untuk tidak berbalik, ia hanya perlu masuk ke rumah
itu sesegera mungkin.
Tepat
ketika tanganya terangkat untuk meraih bel, seseorang merengkuhnya dari
belakang. Hiro terkejut bukan main meski ia tau bahwa orang itu adalah Vanessa.
“Diam dan jangan berbalik! Aku tidak ingin kau melihatku.” Kata
Vanessa dengan nada yang sangat rendah.
Hening.. Hiro terdiam seakan terhipnotis untuk tidak mendengarkan
apa pun lagi kecuali suara Vanessa, ia tak bisa memikirkan hal lain lagi selain
gadis yang merengkuh punggungnya itu.
“Bisakah kau tidak pergi? Aku tidak ingin kita berpisah.. Secepat
ini.” Sambung Vanessa. “Beri aku waktu sedikit lagi untuk memahami perasaanku.”
Ekspresi
Hiro melunak, hatinya luluh oleh kata-kata yang pernah di ucapkanya sama
persis. Ia mengerti perasaan itu, ia tahu bagaimana sulitnya mengatakan
kata-kata itu.
Perlahan
Hiro berbalik, ia memutar tubuhnya dengan semua dunianya tertuju untuk Vanessa.
Dia merasakanya juga... Soraknya dalam hati. Kemudian ia menatap gadis
itu dalam-dalam dengan mata berkaca-kaca. Dan entah kenapa hatinya hancur
berkeping-keping saat melihat pipi gadi itu basah dengan air mata menganak
sungai dari kelopak matanya, rasanya lebih sakit dari pada melihat Vanessa
dengan Samudra.
“Ohhh....
Apa yang kulakukan padamu.” Ujar Hiro panik dan marah pada dirinya sendiri,
buru-buru ia menghapus air mata Vanessa dan memeluknya erat untuk menenangkan
gadis itu.
“Maaf...
Maaf Vanessa..” Ia terus menggumamkan permintaan maaf seraya mengelus pundak
Vanessa dengan perasaan yang jauh lebih dalam. “Aku tidak akan meninggalkanmu,
tidak akan pernah.”
Maaf
saudaraku.. Tapi aku menyukainya.
* * *
“SELAMAT
PAGI TUAN PEMALAS.. BANGUN DAN MANDILAH, AKU AKAN MEMBUATKANMU SARAPAN.”
Hiro
langsung terperanjat kaget mendengar teriakan itu. “Membuatkanmu sarapan?”
Hiro mengulang kata-kata Vanessa lalu menggerutu tak percaya. “Apa dia sudah
gila? YAKKK JANGAN MEMBUATKANKU SARAPAN JIKA KAU INGIN MENARUH RACUN DI
ATASNYA!”
Saat
Hiro menggeliat dan menyadari bahwa ia sedang berada di tempat tidur yang
sangat nyaman, saat itulah ia mengingat semuanya. Hiro memijit pelipisnya
dengan bibir mengukir senyuman bahagia.
“Racun
apa maksudmu?” Vanessa memunculkan kepalanya dari arah pintu dengan bibir
cemberut. Ia terlihat lebih rapih, dan yang membuat Hiro terpesona adalah rambut
Vanessa. Rambutnya bukan lagi ikal gimbal yang selalu membuatnya mual,
melainkan rambut lurus yang di tata sedemikian rupa.
“Lihat
saja.. Kau pasti akan ketagihan makan masakanku.” Vanessa menjulurkan lidahnya
lalu menghilang kembali.
Hiro
tertawa.” Dia manis sekaliiii.”
Namun
tak lama kemudian tawa itu berhenti dan senyum merekah di wajahnya perlahan
menghilang, ekspresi wajahnya berubah ketakutan dan panik. Ia melihat ke arah
lemari Vanessa dan meja riasnya yang mulai di isi beberapa alat make up.
* * *
“Apa
yang sedang kau lakukan?” Tanya Vanessa terkejut saat mendapati Hiro
mengobrak-abrik lemarinya.
“Kau
jangan memakai baju seperti ini lagi, sudah tidak cocok.” Jawab Hiro tanpa
menoleh, ia fokus mengeluarkan baju dari lemari.
Vanessa
tampak bingung. “Tapi baju-baju itu kau sendiri yang memilihkanya.”
Hiro
menggigit bibir bawahnya gelisah, lalu ia menjawab singkat. “Seleraku berubah.”
“Lalu
aku harus memakai apa?”
“Pakai
saja baju-bajumu yang dulu, itu lebih cocok.”
Vanessa
mengerutkan keningnya. “Kau ini benar-benar tidak konsisten.”
Hiro
menghela nafas setelah selesai dengan urusan baju, saat menoleh ia kembali
tampak gelisah saat mengamati rambut Vanessa.
“Dan
ini..” Hiro membelai rambut lurus Vanessa yang tidak biasa. “Aku ingin kau
merubahnya ke gaya yang dulu.”
Vanessa
berdecak, ia memasang tampang tak mengerti. “Dulu kau bilang rambut gimbalku
selalu membuatmu mual.”
“Aku
menyukai rambut lurus ini, tapi aku tidak ingin orang lain melihatnya. Aku
ingin, hanya aku saja yang tahu bahwa kau ini sebenarnya cantiiiik sekali.”
Gumam Hiro.
Vanessa
menarik sudut bibirnya tersipu. “Harusnya kau sadar dari dulu bahwa aku ini
sebenarnya cantik.”
Hiro
mengangguk. “Aku yang bodoh.” Dan aku ingin tetap bodoh seperti ini. Lanjut
kata hati Hiro yang tidak bisa ia ungkapkan secara langsung di hadapan Vanessa.
* * *
Untuk
kesekian kalinya Vanessa menjadi pusat perhatian, banyak yang mencibir
penampilan kumalnya saat memasuki gerbang kampus. Vanessa mengerucutkan
bibirnya, ia menyalahkan penampilanya yang di buat semakin kumal dari
sebelumnya, dan itu adalah ulah Hiro.
“Kau
sengaja melakukan ini padaku agar aku lebih di ejek lagi, benarkan?” Ucap
Vanessa kesal.
“Memangnya
siapa yang berani mengejekmu? Biar aku
yang menghadapinya.”
“Memangnya
kau tidak sadar? Semua orang sedang menertawaiku sekarang. Ishhh..” Gerutu
Vanessa.
“Benarkah?
Kalau begitu pria ganteng ini harus menyelamatkan reputasimu.” Hiro kemudian
meraih tangan Vanessa dan menggenggam jemarinya kuat-kuat.
Vanessa
menatapnya tak mengerti, namun Hiro hanya melempar senyum penuh arti. Senyum
yang mampu melelehkan hati siapa saja.
“Jika
seseorang sepertiku berada di sampingmu, setidaknya kau akan tidak terlihat
menyedihkan lagi.” Kata Hiro. “Ayo kita jalan, bersama-sama.”
Vanessa
tersenyum menatap tanganya berada dalam genggaman Hiro, Ia merasa semakin jatuh
cinta pada lelaki itu.
Tidak
jauh dari gerbang kampus, tiba-tiba saja terlihat Pery dan Vigo yang entah
muncul dari mana. Menyadari kehadiran mereka refleks membuat Hiro maju dan
bertindak sebagai tameng pelindung Vanessa.
“Ada
apa ini?” Tanya Vanessa terkejut. “Mereka kan hanya keluargamu.”
Hiro
tersadar kemudian mendengus kesal, ia kemudian berbalik sehingga berhadapan
dengan Vanessa. “Kau pergilah duluan.”
“Tapi
setidaknya aku harus menyapa keluargamu.”
“Biar
aku saja yang menyampaikanya. Aku mohon menurutlah padaku.” Pinta Hiro.
“Kau
ada masalah?”
Hiro
berharap ia menggelengkan kepalanya dan bertindak seakan semuanya baik-baik
saja, namun ia tidak bisa melakukanya.
“Aku
akan pergi asal kau mau menceritakan masalahmu.”
Hiro
mengangguk lemah. “Jadi cepatlah pergi.”
Tanpa
menunggu jeda lebih lama Vanessa melangkah pergi. Hiro mengumpulkan segenap
keberaniannya sebelum akhirnya ia siap untuk menghadapi saudara-saudaranya.
“SEBENARNYA
APA MAUMU HIRO??” Hiro di sambut tatapan garang Pery dan suara menggelegar
seperti naga. “UNTUK KESEKIAN KALINYA KAU MEMPERMAINKAN KAMI.”
Hiro
menundukan kepalanya. “Aku minta maaf..”
“Jujur
aku juga kecewa.” Kali ini Vigo yang angkat bicara. “Dengan seenaknya kamu
meminta kami datang, tapi kau sendiri tidak menjelaskan apa-apa pada kami.”
Hiro
semakin menundukan kepalanya. “Aku minta maaf..”
“BUKAN
KALIMAT ITU YANG INGIN KAMI DENGAR!!” Sentak Pery, nada bicaranya tetap tinggi.
“Kami ingin mendengar penjelasanmu mengapa kau tidak datang ke rumah Sea tadi
malam? Mengapa kau tidak membawa makhluk itu kepada kami seperti yang kamu
janjikan?”
“Aku
minta maaf.. Aku keliru, aku membuat kesalahan lagi.”
Pery
berdecak sementara Vigo menghela nafas panjang yang tersirat rasa kesal.
“Kami
sudah muak denganmu Hiro.. Kami tidak akan mengunjungimu lagi, kami tidak akan
membantumu lagi. Urus saja urusanmu sendiri..” Dengan rahang terkatup rapat dan
wajah yang memerah menahan emosi, Pery mengeluarkan kata-kata itu.
“Tinggalah
disini sampai kau benar-benar menjadi manusia, karena sampai kapan pun kau
tidak akan pernah menemukan Black Fairy.” Timpal Vigo, ia nampak kecewa juga.
Hiro
tidak berani mengangkat kepalanya, ia tidak berani membalas tatapan kedua
saudaranya. Ini adalah jalan yang di pilihnya, Hiro sadar betul bahwa setiap
keputusan menimbulkan konsekuensi. Dan ia siap untuk menerima semua konsekuensi
untuk keputusan yang telah diambilnya.
Pery
dan Vigo sudah menghilang saat Hiro mengangkat kepalanya beberapa detik
kemudian. Ia berdiri kaku di tempat itu dalam waktu yang cukup lama, menatap
kosong tempat berdirinya Vigo dan Pery barusan, merasakan kehampaan dan rasa
bersalah menyerang hatinya.
Maafkan
aku, tapi aku sudah memilih untuk melindunginya.
* * *
Ketika
menuju ruang kelasnya, Hiro berpapasan dengan Sea. Gadis itu memasang wajah
garang dan juteknya.
“Aku
tidak mau lagi menjadi pendampingmu lagi di dunia manusia.” Hardiknya tepat
ketika Hiro datang.
Hiro
mengangguk lemah. “Maafkan aku..”
“Apa
yang kau lakukan kemarin itu hanya bercanda saja? Berpura-pura ketakutan
seolah-oleh telah menemukan Black Fairy.” Sinisnya. “Jujur saja kemarin aku
sangat mempercayaimu, dengan semangat aku menghubungi keluargamu untuk datang
ke rumah sesuai dengan permintaanmu. Namun untuk kesekian kalinya kau telah
mempermainkan kami.”
Hiro
hanya mengangguk-angguk lemah dengan tampang penuh dosa, seperti anak kecil
yang pasrah di ceramahi ibunya.
“Aku
minta maaf, aku janji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Hiro lemah.
Sea
mendelik tajam, menatap Hiro dengan pandangan tidak suka. Ia mengambil langkah
lebar dan meninggalkan Hiro.
* * *
Hiro
menggerakan tanganya ke arah Vanessa dengan isyarat ‘cepat datang kesini’.
Vanessa yang menyadari kehadiran Hiro segera meninggalkan kelasnya dengan
buru-buru.
“Ayo
kita pulang sebelum teman-temanmu kesini.” Hiro mengulurkan tanganya.
Vanessa
menerima uluran tangan itu, ia mengapitkan jemarinya ke dalam genggaman Hiro.
“Ayo.. Aku juga malas jika mereka sudah meributkanmu.”
Hiro
mengambil langkah seribu dengan kaki panjangnya, ia menuntun Vanessa yang ada
di belakangnya. Benar saja, tidak lama kemudian Gisel dan Yesi mengoceh heboh
dengan berteriak-teriak memanggil nama Hiro.
“Untungnya
kita segera melarikan diri.” Vanessa tertawa, sesekali dia menoleh ke belakang
dengan wajah puas sekaligus merasa bersalah.
* * *
Setelah
turun dari angkot, Vanessa dan Hiro berjalan dengan santai menuju rumah mereka.
“Tadi
aku melihat Sea di kampus, wajahnya tidak bersahabat. Apa itu berhubungan
dengan kejadian semalam?” Tanya Sea.
Hiro
tergagap dan kebingungan. “Hah? Aku juga tidak tahu.”
“Kau
membuatnya marah?” Tanya Vanesa hati-hati. “Apa ada yang bisa kulakukan untuk
membantumu?”
Hiro
menggeleng lemah, ia merasa sungguh berat karena masalah itu memang melibatkan
Vanessa. “Kau tidak perlu memikirkanya, ini adalah masalahku.”
Vanessa
mengangguk paham, ia memilih untuk tidak memaksa Hiro dan menyudahi rasa
penasaranya. “Tapi jika hal itu terlalu sulit untukmu, kau bisa menceritakanya padaku.”
“Tentu..”
Ujar Hiro. “Eh ngomong-ngomong hari ini aku tidak melihat Samudra, biasanya kan
dia selalu menempel di dekatmu.”
Vanessa
menarik sudut bibirnya saat menangkap nada tidak suka di akhir kalimat Hiro.
“Aku juga tidak tahu, biasanya dia juga mucul di gerbang setiap paginya. Tapi
hari ini aku tidak melihatnya.”
“Mengingat
Samudra di depan gerbang, aku jadi ingat kebiasaanmu. SAMUDRA... AAAA...
TUNGGGU AKU!!! Aku akan mengawalmu ke gedung fakultas Pertanian.” Katanya
meniru suara Vanessa khas dengan gayanya. “Menyebalkan sekali.”
Vanessa
tertawa melihat Hiro menggerutu. “Aku janji tidak akan melakukanya lagi.”
“Bagaimana
perasaanmu pada Samudra saat ini?”
“Masih
seperti sebelumya..”
Hiro
mendelik tajam.
“Aku
tidak memiliki perasaan apa pun.” Lanjut Vanessa, akhirnya membuat Hiro
menghela nafas lega.
“Aku
pikir kau sangat menyukainya.”
“Aku
hanya mengidolakannya.” Vanessa memberi kejelasan.
Hiro
kembali mendelik tajam, kali ini seraya mempercepat langkahnya dengan ekspresi
kesal.
“Hei
tunggu aku..” Vanessa tergopoh mengimbangi langkah Hiro. “Mungkin Samudra
memang idolaku, tapi aku hanya menyukai satu orang. Dan orang itu bukan dia.”
“Siapa?”
Tanya Hiro.
Vanessa
terdiam, pipinya merona dan binar matanya lekat menatap Hiro.
“Apakah
aku harus mengatakannya lebih dulu?”
Hiro
mengerenyit. “Maksudmu?”
Vanessa
memutar bola matanya. “Harusnya kau tidak membiarkan wanita menyatakan duluan.
Aku menyukaimu, bodoh!”
Hiro
membelalakan mata tak percaya, detik berikutnya ia merasa jutaan kupu-kupu
berhamburan di dalam perutnya. Sensasi aneh ini membuatnya lupa berijak, bahkan
memudarkan pengelihatanya. Yang ada di matanya tidak ada objek lain kecuali
sosok Vanessa yang berdiri malu-malu di hadapanya.
Hanya
ada keheningan untuk sesaat, sampai akhinya Hiro mempersempit jarak diantara
mereka dengan langkah lebar. Ia menarik tangan Vanessa sehingga gadis itu jatuh
di pelukanya. Saat itu di pikiranya hanya tentang Vanessa, bagaimana caranya
agar bisa melindungi dan membahagiakan gadis itu.
·
* * *
Next chapter: Dibalik menghilangnya
Samudra, ternyata ada suatu hal yang
sedang ia rencanakan. Selain itu, Nepton mencari cara lain untuk menemukan
Black Fairy seiring persainganya dengan bangsa Vampir untuk menemukan Black
Fairy yaitu dengan mengirim Gellar si ahli aura ke dunia manusia.
Dan bagaimana cara Hiro melindungi
Vanessa dari keluarganya yang semakin berambisi menemukan Black Fairy?
·
* * *
Akhirnya, maaf kepada readers Black
Fairy yang udah aku gantung ceritanya selama berbulan-bulan. Entah kalian masih
ingat serial ini atau tidak, tapi aku harap cerita Hiro dan sang Black Fairy tetap di sukai pembacaanya. Kalau cerita ini berlanjut aku ingin memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada 4 orang pembaca pertamaku, April, Eva, Resa dan Teh Fildzah. Akan ku pakai nama kalian untuk ke-empat Black Fairy, tokoh inti pada serial ini. Semoga kalian akan menyukainya.
Terimakasih atas dukungan kalian semua.
Langganan:
Postingan (Atom)